Sosok JK yang memang terkenal sebagai "pemain lama" di dunia politik Tanah Air, cenderung lebih santai menanggapi kelucuan yang dilahirkan survei-surveian tersebut.
Kepada kalangannya di TKN, ia justru mengajak melihat itu secara positif saja. Bahkan ia sempat menyarankan, supaya kedua kubu silakan saja untuk menganggap bahwa elektabilitas masing-masing fifty-fifty atau 50-50. Dengan begitu, menurutnya, masing-masing pendukung dapat bekerja lebih keras.
Di sini, JK memang santai tapi terlihat lebih serius menanggapi kelucuan berupa survei internal tadi. Berbeda halnya di kalangan warganet, yang cenderung lebih suka menanggapi kelucuan dengan kelucuan lainnya.
Misalnya saja, seperti respons warganet di salah satu portal berita, ada yang menyahuti kelucuan survei BPN tersebut dengan candaan yang memang mengundang tawa. "Kalau internal, harusnya 99% dong. (Kalau dengan hasil yang baru diumumkan) ini berarti di internal mereka masih ada pilih Jokowi!"Â
Ada lagi respons warganet lainnya, juga di kolom komentar salah satu portal berita, "Biar secara psikologis dianggap survey internal nya benar, dibuat saja selisih tipis, padahal tetap saja ngawur."
Nah! Respons-respons begini memang sangat khas masyarakat kebanyakan. Mereka bisa menemukan kelucuan dengan kacamata terang khas masyarakat biasa, yang bersih dari noda-noda kelicikan dan keculasan. Toh, mau siapa saja jadi kepala negara, mereka tetap akan menjadi masyarakat biasa. Namun kenapa mereka bersuara hingga lewat guyonan pun acap mengkritik perilaku yang cenderung merendahkan kerja intelektual seperti survei? Tak lain karena mereka pun tak ingin negaranya jatuh ke tangan penipu.
Lha iya, kalau survei saja mesti main tipu-tipu, bikinan sendiri sesukanya, wajar saja toh kalau ada yang curiga bahwa negara ini pun bisa saja ditangani secara suka-suka jika mereka berkuasa. Lagian, dari Pilpres lalu pun mereka sudah pamer hasil survei (hitung cepat) asal-asalan, lha siapa bisa percaya hasil survei mereka belakangan ini lebih baik dibandingkan Pilpres sebelumnya?Â
Lagian, peribahasa lama acap mereka lupakan begitu saja. Padahal moyangnya orang Melayu jauh-jauh hari sudah mengingatkan, sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang takkan percaya. Sekarang berharap survei itu dipercaya oleh orang? Iyalah! Ya, dipercaya kalangan sendiri, dan ini memang bisa menjadi sebuah seni menghibur diri sendiri. Kebiasaan yang memang patut dilatih juga, sih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H