Eh, Mas, Anda sedang menyindir bekas presiden kami? Itu tokoh agama, tahu? Entah tokoh agama, atau tokoh penjual tahu, kalau dengan banyak pengetahuannya hanya menebar pemikiran buruk berupa pesimisme, ketidakjernihan pikiran, dan kekalutan tidak mendasar, ya memang mesti dikritisi. Masak iya, hanya karena ramai-ramai orang mengkultuskannya sebagai orang paling dekat dengan Tuhan, misalnya, lalu saya begitu saja mengamini itu sebagai kebenaran. Lagian, mereka yang ramai-ramai meyakini orang itu paling dekat dengan Tuhan pun sejatinya tidak tahu, berapa meterkah jarak tokoh mereka kagumi itu dengan Tuhan?
Betul, tidak?
Maksud saya di sini sederhana. Jangan sampailah punya pikiran sesederhana bekas menteri tadi. Saat negara sedang "berperang" karena sedang "perang dunia" dalam hal ekonomi, yang kita butuhkan adalah mental-mental prajurit yang siap mati demi membela negerinya. Sedangkan mental seperti bekas menteri tadi, hanya membuat dirinya saja yang tetap kaya, tetapi ia membiarkan orang-orang lain tetap miskin karena kesuksesannya menularkan mental orang miskin.
Silakan membela oposisi jika negara kesulitan karena penguasa memperkaya diri, membagi kekayaan negara untuk keluarga dan lingkaran sendiri. Lha ini, anak presiden Anda saja jualan martabak dengan pisang. Anak-anaknya disuruh bekerja sendiri dan hampir tak pernah disuapi selayaknya saudara-saudara ipar calon presiden oposisi.
Jadi, di tengah gonjang-ganjing rupiah, prajurit-prajurit ekonomi masih bertarung dengan raksasa-raksasa ekonomi dunia, Anda jangan keasikan bergunjing. Biarlah mental tukang gunjing ini jadi milik elite-elite oposisi yang tak kenal henti dengan basa-basi yang benar-benar basi.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H