Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Menyalakan Nalar Kala Mesin Kendaraan Nyala

2 Februari 2018   18:04 Diperbarui: 6 Februari 2018   13:10 944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pernapasan kita dan empati kita sebagai pengendara seperti apa? Foto: Lampost.co

Standar itu belakangan makin menjadi perhatian seiring makin meningkatnya kepedulian pada lingkungan, sebagai keberhasilan kampanye hijau yang aktif di mana-mana. Maka itu standar Emisi Euro itu belakangan diadopsi hingga berbagai negara bahkan sampai ke luar Uni Eropa. Indonesia termasuk di antara yang mulai membuka diri dengan standar tersebut.

Makin besar bahan bakar dihabiskan, makin kecil perhatian kita - HarianTerbit.com
Makin besar bahan bakar dihabiskan, makin kecil perhatian kita - HarianTerbit.com
Setidaknya, dalam negeri kita sendiri, per 2003 sudah memberlakukan standar Euro II yang dikukuhkan lewat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 141. Kepmen tersebut menegaskan tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor. Aturan itu sendiri baru aktif dijalankan pada 2007. Sementara kini muncul rencana untuk menerapkan Euro IV.

Langkah diambil pihak berwenang dengan standar berbeda yang akan diterapkan itu tak lepas dari fakta di sekeliling kita sendiri. Terutama di perkotaan, ada penelitian yang menyebutkan bahwa 70 sampai 86 persen pencemaran udara justru disebabkan oleh kendaraan bermotor. Setelah standar Euro 2 tak lagi efektif, maka itu muncul rencana penerapan Euro 4  karena pertimbangan bahwa jumlah kendaraan meningkat tajam. Selain itu mobilitas masyarakat kian tinggi yang secara otomatis menghabiskan lebih banyak bahan bakar, dan mau tak mau menuntut ketersediaan bahan bakar lebih besar. Di sisi lain, kotoran dari knalpot kendaraan pun berpotensi membawa risiko lebih besar jika tidak ditanggulangi.

Apalagi bukan rahasia jika emisi kendaraan bermotor itu memiliki kandungan karbon dioksida, nitrogen oksida, karbon monoksida, hingga volatile hydro carbon. Patut dicatat jika emisi kendaraan itu juga menciptakan kabut karbon. Sementara kabut karbon ini sendiri berdasarkan banyak penelitian kesehatan berpengaruh buruk seperti memicu pertumbuhan sel tumor hingga mengakibatkan kanker.

Bisa dibayangkan jika pemerintah dengan lembaga terkait memilih meremehkan perubahan itu, bukan tak mungkin kita justru turut jadi bagian "pemilik dosa" yang hanya menyisakan udara kotor untuk anak-anak kita sendiri.

Syukurnya belakangan perhatian tentang berbagai risiko masa depan terkait dengan penggunaan bahan bakar itu sendiri makin membaik. Tak terkecuali produsen mobil nasional, misalnya, sudah memiliki visi terkait rencana tersebut. Misal saja, mereka sudah menerapkan dua standar teknologi dalam produksi kendaraan. Misal saja untuk mobil ekspor sudah diselaraskan dengan Euro IV namun untuk nasional masih Euro II. Artinya ketika kelak Euro IV pun diberlakukan di sini, maka mereka pun sudah dapat mengikuti irama apa yang harus mereka suguhkan kepada konsumen.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun