September tahun ini pun baru saja berakhir. Namun misteri dari bulan yang menandai G30S tersebut belum berakhir. Terlepas, kekuasaan Soekarno yang konon menjadi sasaran coup d'etatPartai Komunis Indonesia (PKI) per bulan September berakhir itu sedang memasuki bulan-bulan menuju akhir. Meski akhirnya kekuasaan itu bukan beralih ke PKI, melainkan kepada Soeharto.
Ada banyak cerita tentang peralihan kekuasaan saat itu, yang sepenuhnya beralih per 12 Maret 1966, atau persis memasuki bulan keenam sejak peristiwa berdarah di akhir September 1965. Berbagai nama muncul, kecuali satu nama yang terbilang muncul sekelebat, tak seheboh nama-nama lain, yakni Ali Ebram.
Bahkan Wikipedia yang terkenal getol merekam figur-figur yang punya hubungan dengan peristiwa besar dunia, tampaknya alpa merekam sosok Letnan Kolonel (Inf) Ali Ebram. Padahal, jika ditelusuri, nama anggota Asisten I Intelijen Resimen Cakrabirawa ini menjadi salah satu figur yang terbilang menentukan dalam perjalanan Soekarno menuju akhir kekuasaannya.
Ya, Ali Ebram adalah juru ketik Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang belakangan justru menjadi titik balik hingga tumbangnya Orde Lama dan lahirnya rezim Orde Baru di bawah Soeharto.
Jika ada media yang pernah merekam sosok tersebut adalah Tabloid Detak yang terbit per 1998. Di tahun pertama kejatuhan Soeharto itu, tabloid tersebut terbilang paling berani dalam menurunkan reportasenya, selaras dengan taglinemereka sendiri, bacaan bagi yang berpikir merdeka.Â
Mereka pernah melakukan wawancara mendalam dengan Ali Ebram per Februari 1999. Saat itulah Ebram bercerita panjang lebar bagaimana detik-detik genting ketika Soekarno dijepit kiri kanan, dan bagaimana beberapa jenderal yang belakangan diketahui anti-Soekarno bergerak hingga menekan si Bung Besar tersebut, hingga menandatangani Supersemar.
Ebram adalah sosok yang mengetik surat yang menandai perpindahan kekuasaan tersebut. Ia mengaku jika sebenarnya pekerjaan mengetik surat bukanlah sesuatu yang biasa dilakukannya. Namun Soekarno memaklumi, dan tetap meminta kepadanya mengetik surat itu, yang memakan waktu lebih dari satu jam.
Tiga nama yang paling menonjol dari pengakuan Ali Ebram saat itu adalah Amirmachmud, Basoeki Rachmat, dan M. Jusuf. Sebab menurutnya, bagaimana para petinggi militer tersebut di era itu terkesan menekan Soekarno. Bahkan, kata dia, sempat terpikir untuk menembak salah satu dari mereka, terutama Amirmachmud yang disebutnya berlaku tidak sopan di depan Presiden.
"Heh, yang sopan dong, Jenderal!" sergahnya saat melihat Amirmachmud dirasakan melecehkan Soekarno. Alih-alih membuat tiga jenderal yang ditengarai sebagai otak kelahiran Orde Baru itu bersikap lebih baik, Ali Ebram sendiri mendapatkan tamparan dari Presiden. Soekarno sempat mengatakan kepadanya, "Kamu hanya pembantuku," setelah menariknya agar menjauh dari ketiga jenderal itu. "Saya dijawil (sentuh, untuk menghaluskan penamparan atas dirinya, pen), dan diajak masuk ke belakang," kata Ali Ebram.
"Waktu melihat tingkah Amir itu, rasanya ingin merogoh pistol saja," kata Ali Ebram, menceritakan kejadian menjelang Orde Lama tumbang. Ia juga menegaskan jika dari ketiga jenderal yang menyambangi Soekarno--saat itu berada di Istana Bogor--justru yang paling aktif menekan Soekarno adalah Amirmachmud.