Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Antasari Dendam Kepada SBY?

14 Februari 2017   18:20 Diperbarui: 14 Februari 2017   18:34 2395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak ada kesempatan cukup luas bagi Antasari untuk membela dirinya. Ia sudah dibungkam dengan tuduhan yang menodai nama baiknya, mengencani seorang "caddy girl", dan dituding sebagai pembunuh suami perempuan tersebut.

Pukulan diterima Antasari terlalu berat. Saat ia sendiri saja, rezim saat itu mengeroyoknya lewat berbagai tangan. Antasari terkapar sendirian. Para pejabat negara yang terekam kuat di pikirannya yang pernah menjenguknya hanya Jusuf Kalla. Yang lain? Mungkin percaya dengan rezim saat itu.

Lalu sekarang, apakah Antasari sedang melakukan balas dendam setelah menghirup udara kebebasan karena rezim telah berganti?

Jika menyimak bahasa wajah, tak ada kesan dendam kecuali kekecewaan mendalam diperlihatkan sosok Antasari. Jika menyimak pernyataan demi pernyataannya selepas dari penjara, terlihat jelas tak ada kepentingan apa-apa dibawanya.

Ia lebih banyak berbicara tentang keluarga. Tentang istri yang tetap setia menjaga rumah dan kesetiaannya, hingga tentang anak-anaknya yang tumbuh dan mengejar impiannya selayaknya manusia. Ya, dengan kesan bangga dan bahagia selayaknya seorang ayah.

Di beberapa kesempatan wawancara dengan berbagai media pun Antasari tak terlihat menyinggung pihak manapun atau kubu politik apa pun.

Tapi, fakta bahwa ia berlatar belakang sebagai orang hukum, yang sudah membaca peta di lingkaran kekuasaan terutama ketika ia sendiri masih berstatus abdi negara. Ia mengenali permainan para pemain "topeng monyet" di era tersebut, tak terkecuali siapa-siapa yang terindikasi sebagai "pawang monyet", sedikitnya tentu teraba olehnya.

Di sinilah muncul perlawanan yang lebih didasarkan oleh kekecewaan tadi. Betapa, dia melihat begitu banyak tangan yang tetap terkesan begitu bersih dan halus, padahal di tangan-tangan itu terdapat telunjuk mana yang harus dilibas hingga digilas.

Dan, tangan-tangan rezim itu juga yang berebutan kue demi kue yang menjanjikan kemakmuran hingga ke anak cucu.

Jika ada kekecewaan terpancar dari wajah Antasari, saya yakini karena fenomena itu yang melekat dengan rezim yang pernah bertahan hingga 10 tahun, sebagai penyebabnya.

Jadi, bukan kekecewaan karena alasan pribadi. Sebab ia sendiri pun kerap mengakui jika dirinya memang tak merasakan dendam kepada siapa pun, kecuali bahagia karena bisa kembali bersama keluarganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun