Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Rindu Berwarna Merah Darah

13 April 2011   19:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:50 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam itu, malam sedang merangkak seperti bayi. Ia terengah sendiri, sedang kita tertawa saja.

Kutepuk pundakmu tanpa perlihatkan tanganku. Kau tahu, saat itu juga, aku sedang alirkan darahku, ke dalam tubuhmu. Mungkin memang hanya lewat pori-pori. Boleh jadi kau tak bisa rasakan aliran darahku. Darah yang mengucur deras karena sudah kutebas urat nadiku, selanjutnya. Dalam diam, kau tahu, aku berharap darah itu bisa kian merahkan rindumu padaku.

Lalu, saat malam mulai mengerling titik tengah jalanannya. Tanganku sudah menyentuh kulit lehermu. Mengusap rambut-rambut halus di sana. Dan, aku menatap jauh ke dalam matamu. Ingin tahu saja, bagaimana kau selama ini membaca rinduku. Kukira, tanpa merasuki binar mata indahmu itu, aku tak pernah bisa nikmati kerlingan matamu yang lebih lekat dari malam pekat. Yang lebih teduh dari matahari penat.

Sampai muncul tanyamu, saat bibirku bersiap untuk berlabuh di sana. Tanya yang lebih terdengar sebagai irama nafas,"Bagaimana kau bisa mencintaiku? Dan nanti bagaimana kau bisa menjaga cinta itu?"

Tetapi, keras kepalaku hanya mampu membuatku menyela,"Tidak semua tanya butuhkan jawaban."

Ketika itu, aku ingin tegaskan, bahwa perjalanan bukan untuk dibicarakan. Cinta itu juga demikian. Seperti juga rindu yang tidak menuntut kata-kata untuk kemudian menjadi palu yang pecahkan balok batu misteri yang melekat padanya.

Semua itu, kuyakini akan bisa ditangkap terang oleh nurani. Melebihi ketika kau harus menangkap bibirku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun