Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cerita Lajang di Kedai Kopi

9 April 2011   21:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:58 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Diapit sebuah meja. Menduduki sekian bangku. Di warung kopi. Persis ketika beberapa jenak menjelang pagi. Kita menjadi lajang-lajang yang seperti bicara satu sama lain. Sedang sejatinya kita sedang bercakap-cakap dengan waktu.

Waktu telengas. Beringas. Terkadang seperti pemerkosa. Mengagahi usia. Ia pula yang sudah membuat kita tertawa nyaring ketika itu. Kita dengan sukses menertawakan diri sendiri.

"Aku memiliki bayangan tersendiri terkait dengan bakal jodoh yang akan kujadikan pendamping hidup." Kata salah satu dari kalian ketika itu.

"Aku sudah tidak punya bayangan apa-apa. Cuma seorang gadis cerdas saja. Tetapi, ia nantinya bersedia ikut pulang ke kampung denganku. Bermain lumpur di beberapa petak sawah belakang rumahku." Tukas yang lainnya. Juga salah satu dari kita.

Terpingkal-pingkal saat kita saling tunjuk dan teriak,"Bujang lapuk!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun