Terkadang hidup bisa jadi sepekat kopi yang kita reguk. Tetapi pekat itu hilang saat tangan sudah kita gerakkan. Meraih gelas. Sodorkan ujung gelas. Mereguknya.
Pekat itu di luar kita. Ambil saja seperti pernah kita mengambil gelas-gelas kopi. Masukkan ke dalam. Tidak akan pernah menyulap warna hati ikut menghitam. Tidak akan mengubah tulang ikut menghitam.
Reguk dulu kopi-kopi di hadapan kita, kawan. Kosongkan gelas itu untuk bisa lekas dicuci kembali. Menghilangkan hitamnya warna kopi di gelas itu, pastinya tidak dengan mengambil gelas dan melemparkannya ke lantai. Menjadi pecahan-pecahan, melukai kaki yang harusnya dipergunakan untuk berjalan. Tidak, bukan itu. Letakkan tangan kita di gelas. Tuntaskan kopi dengan pekatnya. Biar saja masuk ke tenggorokan tanpa lampu. Nanti, ia akan pulang ke sungai bening. Setelah dibuang oleh pencernaan. Jaga kesehatan pencernaan, Nak.
Reguklah kopi yang sudah di depan.
####
Di Bandar Kupi, 270311
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H