[caption id="attachment_196584" align="alignleft" width="300" caption="Semoga tangan kita bisa mendengar kalimat inspirasi darinya (Gbr: Google Images)"][/caption] Saya kira, siapa saja yang pernah memegang buku sejarah atau paling kurang koran-koran. Nama Nelson Mandela termasuk nama yang lumayan sering disebut-sebut sehingga tidak dirasakan asing lagi. Sebuah nama yang melejit setelah ia memberi pengaruh luar biasa untuk hilangkan sebuah politik diskriminatif nun di salah satu negeri di daratan Afrika sana. Besok (18/7), menjadi hari peringatan terhadap tokoh tersebut. Karena memang pada tanggal itu, lelaki yang memiliki nama panggilan Madiba itu terlahir sekaligus kemudian diperingati sebagai hari ulang tahunnya. [caption id="attachment_196587" align="alignright" width="251" caption="Ini di kota kita, saudaraku (Gbr: Google Images)"][/caption] Soal tanggal kelahiran figur ini, di Afrika Selatan, masyarakatnya cenderung sudah menjadikan hari itu tidak kurang seperti umat Nasrani memperingati Natal dan umat Islam memperingati Iedul Fithri (mengutip perumpamaan H. Rosihan Anwar/Pikiran Rakyat, 17/7). Yap, perumpamaan untuk menggambarkan seperti apa antusiasnya masyarakat di sana menghargai figur pejuang itu. [caption id="attachment_196586" align="alignleft" width="173" caption="Dan hati kita sepertinya memang harus lebih difungsikan, tolong bisikkan ke penguasa negeri ini (Gbr: Google Images)"][/caption] Ini tidak sekadar soal pengkultusan. Tetapi itu sebuah penghargaan yang cukup layak diberikan untuk tokoh seperti itu, betapa ia telah membawa warna baru yang lebih baik dari nasib yang pernah semirip warna kulit mereka. Sebuah kelaliman terhenti seiring kesediaannya untuk pasang badan merubah warna buram di daratan hitam negerinya. Dan perjuangan itu pun tidak berhenti dengan kesuksesannya mengguling politik keangkuhan kulit putih yang dicatat dalam sejarah, namun juga masih berlanjut sampai hari ini. Tapi menyikapi sekian bentuk pujian dan penghargaan atasnya; Mandela pernah berujar, "Jika Anda ingin menghormati Mandela, jangan hanya dengan memuji dirinya. Karena dia tidak butuhkan pujian. Lebih baik, setiap pria, wanita dan siapa saja berusaha dengan kedua belah tangannya membantu seorang tetangga, orang yang sakit, orang yang telah pensiun dan tanpa keluarga. Atau, jika tidak, lakukanlah sesuatu untuk keselamatan di sekitarmu dan tanah airmu, (Ujaran Mandela dalam catatan Rosihan Anwar). Nah, saat keluar dari ujung jalan tempat saya berdiam di Kota Parijs van Java ini, seorang wanita tua tertunduk lesu seperti tanpa harapan apa-apa dengan kaleng kecil untuk meminta belas kasihan beberapa rupiah dari orang-orang lewat. Langsung terbetik di pikiran saya,"Ah, andai saja kalimat Mandela itu tidak dibaca dengan mata, tetapi dengan hati. Dan tidak didengar dengan telinga, tetapi dengan tangan. Sepertinya tidak perlu ada ibu-ibu tua seperti ini yang harus ikhlaskan dirinya menghirup racun dari knalpot kendaraan, dan ia bisa dengan tenang menikmati sentuhan tikar sajadah tanpa perlu cemas, siang ini harus makan apa?"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H