Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Humor

2 Arjuna Kehilangan Celana (Episode Tahi Kucing)

1 Juni 2010   04:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:49 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tangan Suheng yang sudah berlumur kotoran kucing kembali diusap-usap untuk lebih memastikan bahwa kedua telapak tangannya sudah merata dengan senjata yang bakal dipergunakan untuk melampiaskan kekesalannya pada Srondol.

Entah malaikat mana yang bisiki Suheng. Tiba-tiba lajang yang terlihat lebih mirip duda itu terpikir untuk berdoa dulu agar kemarahannya itu tidak membuat ia berdosa. Teringat ia pada salah satu film kartun perang yang juga digemarinya, sebelum bertarung, meski dengan senjata apapun--termasuk kotoran kucing-- harus diawali dengan doa.

Srondol sudah mengganti lagu dangdutnya dengan, "...masih terngiang di telingaku bisik cintamu...sungguh aku bahagia...ooo, sekuntum mawar merah yang kuberikan kepadamu, di malam itu...aduh duh duh duh duh ooooo ingin rasanya diriku, bercinta seperti duluuuuu ooo, tapi ku takut gagal lagi." Srondol masih dengan sukses menyanyikan dangdut dari lagunya Ike Nurjannah sampai ke Caca Handika dengan pola yang terinspirasi dari cara pembuatan gado-gado. Sedang Suheng sudah pejamkan mata untuk berdoa. "Tuhan, aku luapkan kemarahan ini, atas namaMu. Jangan marahi aku ya Tuhan. Marah-marah itu tidak baik kan?"

"Kalau saja, aku tahu, Salamah itu namamu. Tak mungkin aku hadiri, pesta perkawinan itu. Betapa teeega, kau mengundangku atau kau sengaja menyakitiku."

"Cubit-cubitan oooi, cubit-cubitan. Manis-manis anak sekarang, kalau dicubit pasti ngadu emaknya."

Saat Srondol sedang begitu menikmati lagu-lagu dangdutnya yang sudah diaduk lumat melebihi rujak. Suheng sudah akan mengakhiri doa para ksatria ala Suheng,"Tuhan, aku hanya ingin mengakhiri kezaliman Srondol yang bertubuh serupa botol yang suka geal-geol, ampuni aku. Restui aku." Dengan ekspresi begitu tulus di sisi belakang Srondol yang tidak tahu keberadaannya, Suheng mengamini sendiri mukanya dengan wajah yang begitu tulus. Lengkap dengan kesungguhan dalam hati, Suheng dengan mantap mengusap mukanya selesai melafalkan doa itu.

.....

Pahit!

Bau!

Arghhhhhhhhhkkkkkkkk

Suheng tidak ingat kedua belah telapak tangannya sudah berlumur dengan kotoran kucing. Niat semula ingin diusapkan ke muka Srondol, malah terkena muka sendiri. Dan saat mengucapkan amin tadi, lidahnya sedikit terjulur ke depan mirip lidah aktor komedi, Dono Warkop DKI. Pantas ia merasakan pahit, karena dengan sangat tidak sengaja mencicipi kotoran kucing tersebut dan... secara refleks juga terhisap tiba-tiba. Masuk ke tenggorokan. Tertelan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun