Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Darah Dosa Perempuan Desa

19 Mei 2010   11:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:06 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rumah yang hanya dihuni sepasang suami istri dengan 2 anak itu dicekam oleh rasa panic. Hasan [caption id="attachment_144896" align="alignright" width="234" caption="darah tidak hanya cerita lelaki, Laila"][/caption] masih memegangi kepala istrinya yang masih saja menggelepar. Lelaki ini sama sekali tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Sedang kedua anaknya yang juga sama sekali tidak mengerti apa yang sedang terjadi, tadinya melongo sekarang hanya bisa menangis. Dalam pikiran kedua bocah ini, ibunya pasti akan mati. Ditambah dengan darah yang sudah sedemikian basah di ranjang. Darah itu keluar begitu mengerikan. Sampai tangisan anak-anak ini malah kian melengking tinggi. Suara lengkingan tangis anak-anak ini tak urung membuat sebagian tetangganya menaruh perhatian dan mendatangi rumah tersebut. Geuchik Sani yang selalu peduli pada warganya juga terlihat datang ke rumah di sisi meunasah gampoeng itu. Suara ramai-ramai di luar rumah ditanggapi dengan isyarat Hasan pada Ramat. Bocah kecil ini cepat mengerti dan dengan wajah yang masih terisak-isak terus saja ke depan membukakan pintu. Segera, tidak menunggu waktu lama mereka bergegas untuk masuk ke dalam. “Tameung keunoe lam kama laju! (masuk saja ke dalam kamar).” Suara Hasan dari kamar yang hanya berpenerangan panyoet dengan asap hitam yang cukup mengganggu bagi yang tidak biasa dengannya. Kalau saja bisa dilihat dengan jelas, di wajah lelaki 2 anak itu terlihat kekalutan begitu kuat. Beberapa penduduk dan Geuchik Sani yang masuk ke dalam segera bisa mencium aroma darah yang begitu menyengat. ”Sudah basah 3 kain tidak berhenti…” Ujar Hasan masih tetap memegangi kepala dan badan istrinya. “Nyan sang ka jipeukeunoeng (mungkin dia kena santet).” ”Sang jih meurampoet (sepertinya dia diganggu setan).” Demikian pandangan beberapa warga yang sudah masuk ke kamar tersebut, membuat kamar kecil itu kian terasa sempit seperti sempitnya pikiran mereka. ‘Coba, coba cari Teungku Tayeb…” Suruh Po Bandi yang merupakan Mak Beueng di gampoeng tempat pasangan tersebut berdiam, sambil meusugoe (bersugi). Mak Beueng adalah sebutan untuk perempuan yang menjalani profesi membantu persalinan perempuan desa. Mak Beueng menjadi perempuan penting di desa-desa di Aceh bahkan sampai sekarang karena kurangnya tenaga bidan. Sedangkan Guru Tayeb sebenarnya seorang guru SD di gampoeng Pulo Raya, tetapi ia juga dipercaya memiliki kemampuan untuk mengobati masyarakat desa itu dengan doa-doanya. Keujruen dan beberapa kawannya bergegas keluar dari rumah tersebut untuk mencari orang yang dimaksud. Geuchik Sani tak kurang berperan,”Iya, yang cari Guru Tayeb ayo saja cari beliau. Saya cari Mantri Madi…” “Get, get, get (baik)” Sepakat Keujruen dan beberapa lelaki desa lainnya. Geuchik Sani mempersilahkan Keujruen untuk juga memanggil Guru Tayeb, karena pertimbangannya tidak masalah dicari berbagai cara untuk pengobatan perempuan yang sedang kritis. Ia tidak mengecilkan peran Guru Thayeb selama ini, apalagi terbukti ia sering sekali juga menyembuhkan masyarakat dengan caranya yang kerap hanya berupa membaca doa yang ditiupkan ke dalam botol-botol air, untuk kemudian diminumkan pada si sakit. Ini yang membuat Guru Tayeb sangat diperhitungkan di desa tersebut. Termasuk kalau misal ada warga yang kerasukan, biasanya Guru Tayeb cukup bisa diandalkan untuk membantu membuat warga kerasukan tersebut bisa lepas dari gangguan setan yang merasukinya. Untuk kerasukan, Guru Tayeb acap memakai cara memegang kepala orang yang kerasukan atau menjepit pelan sela-sela kuku samping jempol kaki dengan membaca Ayat Kursi, Surat Annas dan beberapa surat dalam al Quran. Itu pula yang dilakukan Guru Tayeb setiba di gudang meunasah yang menjadi rumah Hasan dengan keluarga kecilnya. Mulutnya komat-kamit dan meminta izin pada Hasan saat akan memegangi jempol kaki istri lelaki itu. Beberapa saat prosesi itu dilakukan Guru Tayeb. ”Tidak, dia tidak kerasukan. Ada yang tidak beres saya lihat.” Ujar Guru Tayeb dengan nada seperti menyimpan marah. Sedang Po Bandi, entah dari mana, tiba-tiba saja di tangannya sudah tergenggam beberapa daun kering pinang yang sudah berwarna kecoklatan dan satu sapu lidi yang biasa dipakai Laila untuk menyapu rumah. ”Kupikee ini memang bukan kerasukan, ini meurampoet!” Ujar Po Bandi dengan yakin sambil meminta Guru Tayeb untuk bergeser agar Po Bandi bisa mendekat ke sisi Laila. Pertama sekali yang dilakukannya, mengambil daun pinang kering. Diayun—ayunkan dari kepala ke kaki, dari kaki ke kepala. Terus beberapa kali sambil membaca neurajah (sebutan untuk mantera dalam bahasa Aceh). Beujioeh, beujioeh, beujioh Soe saja nyeung po tuboeh Beujioeh han kupeureu’oeh Beujioeh han kupuluroeh So po tuboeh, beujioeh, beujioeh, beujioeh Pat asai kenan ka laboeh Bek bak tuboeh cucoe Adam rasulullah toeh Terus saja dilakukan oleh Po Bandi. Tidak bisa dijelaskan karena apakah sampai kemudian dari sela-sela paha Laila bisa berhenti darah itu. Baru satu jam kemudian Geuchik Sani yang sendiri saja dengan sepedanya menjemput Mantri Madi sekarang sudah berada. Mereka agak lama dikarenakan tempat tinggal Mantri Madi sudah lebih dekat ke Keudee Alue Bilie, walaupun tidak terlalu jauh, hanya kisaran 2 Km tapi jalan malam-malam seperti itu tanpa adanya listrik dan alat hanya mengandalkan senter kecil saja bukanlah perjalanan mudah. Maka mereka baru tiba saat kondisi Laila sudah sedang tidak mengeluarkan darah terlalu banyak seperti tadi. Sekarang hanya sesekali seiring kejang-kejang beberapa menit terjadi pada diri Laila. Mantri Madi menanyakan ke Hasan tentang apa saja yang dilakukan istrinya. Sebelum ini pernah hamil atau tidak dan beberapa hal lainnya yang berhubungan dengan kondisi Hasan. Sebagian darah yang sudah berada di ember turut diperiksa mantri muda ini. Dalam keyakinannya, jika pendarahan biasa tidak akan mengental seperti itu bentuk darah yang keluar. “Saya tidak bisa bantu lagi kalau Bu Laila tidak terus terang kenapa bisa seperti ini…” Dalam keadaan Laila masih lemah dan baru mulai pulih dari pingsan, Mantri Madi menyorongkan pertanyaan yang berisi nada kecurigaan. Laila dengan wajah penuh keringat hanya menggeleng-geleng. Meski keadaan lemah dan berkeringat lengkap dengan ekspresi penderitaan sedemikian. Dusta yang tersembunyikan tetap akan terlihat. Dan itu pula yang berhasil tertangkap oleh Mantri Madi. ————- To be continued Tulisan ini adalah bagian dari Novel: Aku Laila, Bukan Cleopatra Dedicated to: Perempuan miskin di negeriku Sumber Gambar: Di sini dan di sini juga di sini ————– Tulisan terkait: 1. Kenapa Telanjangi Laila 2. Keringat Laila. 3. Dada Laila 4. Meniduri Laila 5. Malam Pertama Laila 6. Perselingkuhan Perempuan Desa 7. Lelaki lain di Kamar Laila 8. Berita dari Kamar Laila 9. Hanya Selingkuh Biasa, Laila 10. Menyembunyikan Perselingkuhan. 11. Perempuan itu Menjual Diri 12. Jalan Meneruskan Perselingkuhan 13. Peselingkuh Kena Batu. 14. Saat Ibu Menyiksa Anaknya 15. Aku Malang, Istriku Jalang 16. Istriku Jalang Mengejar Lajang 17. Demi Selingkuhan 18. Istriku Jalang dan Lelaki Malaikat 19. Ibu Anakku: Perempuan Bergilir 20. Lepas Setubuh Subuh 21. Darah Pelanggan Raja Singa 22. Perempuan Itu tak Berbaju. 23. Anak Lapar dan Perempuan Sangar. 24. Menelusuri Dada Laila 25. Perempuan Hitam 26. Gadis Desa Tanpa Sehelai Benang 27. Laila, Jadilah Hujan 28. Laila, Istri Bersama 29. Tak Perlu Kau Buka Pakaianmu, Laila 30. Perempuan Desa, Saat Basah

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun