Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Agama Baru

5 Juli 2010   23:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:04 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="attachment_186370" align="alignleft" width="300" caption="Sejuk embun akan hilang saat siang datang, tetapi Islam tidak kenal akhir (Gbr: Google Images)"][/caption] Ketika itu, seorang lelaki yang dititahkan Tuhannya untuk membawa agama di tengah sebuah komunitas masyarakat paling bebal dan menyembah api dan berhala, baru saja menyelesaikan sebuah peperangan melawan ribuan musuh yang ingin hancurkan perjalanannya menyebarkan agama baru. Belum kering betul keringat pasukannya yang memang hanya berjumlah 313 orang, usai mengalahkan pasukan lawan yang berjumlah 1000 orang. Tapi harus mendengar sebuah kalimat yang terang mengagetkan pasukan kecil ini,"Ada perang lain yang jauh lebih besar daripada perang ini." Ujar lelaki itu. Dan ia tidak biarkan sahabatnya yang sedang kelelahan itu dibalut rasa penasaran,"Perang itu adalah melawan diri sendiri dengan nafsu yang bisa lebih panas dari api." Demikian kira-kira terang lelaki itu yang kemudian dikenal dengan nama Ahmad atau Muhammad SAW. Sampai sepeninggalnya, memang benar, sebagian yang mengaku mengimaninya sebagai pesuruh Allah tetapi mengingkari banyak sekali titahnya yang beliau alirkan dalam hadits dan sunnah (perkataan dan perbuatannya). Benar saja, orang-orang di belakangnya silau dengan kekuasaan dan berbagai hal yang dituntut oleh nafsu. [caption id="attachment_186375" align="alignright" width="223" caption="Seorang muslim yang percaya dengan Allah akan selalu tahu bahwa Allah melihat semua yang dilakukannya, sehingga malu untuknya melakukan sekecil apapun kesalahan (Gbr: Google Images)"][/caption] Teringat ini, saya malah semakin mencurigai diri sendiri. Sebab, nafsu itu ternyata harus saya hadapi sendiri, tidak dibantu siapa-siapa. Selain, mencoba hadapi itu dengan mengikuti kajian-kajian yang berhubungan dengan ilmu keagamaan, memilih untuk tinggalkan kampung yang berada di ujung Sumatra sana. Syukur,  pilihan saya untuk tinggalkan kampung itu tidak membuat saya merasa lebih karena bicara pencarian pada ilmu dan hikmah. Jauh lebih banyak muslim lainnya yang bahkan melintasi berbagai benua demi untuk bisa matangkan pengetahuan keagamaannya. Saya penganut agama baru itu, Islam. Agama yang di masa yang orang sebut-sebut sebagai era modern ini banyak difitnah, seperti halnya ketika ia awal-awal muncul ratusan tahun lalu di tanah gersang, Makkah al Mukarramah. Padahal kedatangannya dibuktikan sejarah, tidak hanya hilangkan gersangnya tanah haram itu, tetapi bisa menjadi oase bahkan di banyak tanah-tanah lain di berbagai belahan dunia. Pada perjalanan kemudian, kendati demikian deras terpaan fitnah terhadap agama ini, justru mereka yang tulus menggali ilmu sampai mereka benar-benar cerdas dan menguasai demikian banyak pengetahuan, mereka kian dekat dengan Islam meski sebelumnya terombang-ambing dalam hal yang berhubungan dengan keagamaan. Tidak sekedar dekat, tetapi malah dengan tegas berikrar, Laa ilaaha illallah dan mereka tanpa gentar tunjukkan diri sebagai muslim. Dan itulah agama orang cerdas karena kecerdasannya maka mereka bisa kian menyatu dengan agama ini. Kenapa disebut agama tersebut agama orang cerdas, karena kemudian terbukti siapa saja yang tidak memiliki kemampuan berpikir dengan jernih dan bening, pikiran itu tidak akan mampu selami samudera bernama Islam itu. [caption id="attachment_186371" align="alignleft" width="300" caption="Menyejajarkan kepala dengan kaki dalam sujud, wujud pengagungan Allah. Penafian keangkuhan diri, tak dimengerti tanpa pelibatan hati (Gbr: google Images)"][/caption] Di sini, meski Allah menjadi tujuan akhir, dan hanya Allah satu-satunya yang menjadi sembahan. Tuhan yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, juga tidak ada yang menyerupai-Nya. Namun agama ini juga ajarkan bahwa Allah turunkan risalah-Nya untuk kemaslahatan dan mengangkat peradaban manusia. Bahkan, sebelum Islam datang, perempuan di mana-mana tidak dihormati. Dari ada yang menyebut perempuan sebagai perwujudan iblis sampai perempuan juga hanya dijadikan hiasan untuk lelaki. Perempuan sangat banyak dibunuh, bahkan dari sejak baru lahir. Selanjutnya, agama ini mengajarkan bahwa perempuan juga hamba Allah yang layak hidup sebagai manusia. Agama baru itu, dengan tegas ajarkan, mengejar dunia dipersilahkan, tetapi tidak menutup mata dengan akhirat sebagai hari kebangkitan dan pertanggungjawaban. Mengajarkan bahwa penglihatan Allah selalu terbuka, penglihatan-Nya tidak pernah mengenal ruang tertutup. Maka, semakin baik seseorang memahami agama tersebut maka semakin baik moral dan akhlaknya. Kenapa, karena ia selalu merasakan pengawasan dari Allah. Sehingga tidak ada muslim yang paham benar terhadap agamanya yang berani melakukan kekejian. Berbeda yang hanya menjadikan Islam sebagai simbol saja, asal disebut beragama. Tidak segan korupsi, tidak sungkan berzina, tidak takut menzalimi manusia, tidak gentar melakukan berbagai tindak pidana. Sebab mereka hanya mencoba sembunyi dari manusia yang memang terbatas kemampuannya mengontrol orang-orang sekelilingnya. Bahkan tidak berdaya sekadar untuk melawan kantuk. Maka mereka yang tidak kenal Islam, walau menyebut diri muslim akan terus bergelimang maksiat dan kemungkaran. Dan, Allah mengetahui apa saja yang bahkan melintas di hati, apatah lagi yang dilakukan terang-terangan. Beruntung saya diizinkan sebagai umat agama baru itu. Yaa muqallibal quluub, tsabbit qalbiy 'ala diynika wa tha'atika. (ZA)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun