Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bisul

22 April 2010   13:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:38 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_124459" align="alignleft" width="170" caption="indonesiaindonesia.com"][/caption] Ada beberapa hal dalam hidup terlihat seperti bisul. Dibiarkan saja membuat sekujur tubuh terasa ikut sakit, lemah. Sedang untuk hidup ada banyak hal yang harus dilakukan. Berbuat baik dan mengabdi pada Tuhan.

***

Maka, sekalipun di mata beberapa orang, nanah yang harus dikeluarkan itu menjijikkan, tetapi memang lebih baik dikeluarkan. Jika pikiran selalu saja tertuju untuk memuaskan semua manusia karena alasan untuk tidak disebut menjijikkan. Konsekuensi pasti, semua yang dilakukan tidak bisa dijalankan dengan maksimal. Bagaimana bisa duduk di kursi kerja jika bisul terbiarkan bertempat di bagian tubuh yang yang berfungsi untuk duduk? Bagaimana mengayun cangkul jika di sela-sela lengan dan tubuh terdapat bisul? Maka keluarkan saja nanah itu. Mengeluarkan nanah di dalam bisul itu memang sakit, bahkan membuat diri meringis perih. Namun, cuma dengan cara itu bisul itu tidak berlama-lama mengganggu tubuh. Senyum yang diberikan untuk orang-orang juga bisa lebih lepas daripada melempar senyum dengan memaksa diri menahan sakitnya bisul. Sedang soal orang-orang yang melihat dengan jijik, sepertinya memang layak untuk hanya memiliki sahabat yang turun dari syurga. Karena memang, makhluk yang diciptakan Tuhan dalam syurga tidak pernah miliki kekurangan. Dan itulah yang kuajarkan pada diri sendiri sebagai hukum ketegasan. Sekalipun tetap terus mencoba untuk mengedepankan lembut. Lihat saja. Tidak sedikit bicara kelembutan terus menerus, bicara kebaikan dan kemestian, tetapi mata justru hanya melihat kekurangan dan mempergunjingkannya. Tentu saja, mulut mereka tidak akan pernah indah untuk dilihat. Baunya juga tidak akan pernah membuat tenang. Maka ketegasan dan menyeimbangkan penempatan lembut dan marah jika memang dibutuhkan. Ini jauh lebih baik daripada memelihara kemunafikan dengan semua bungkusnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun