Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Histori Ekonomi dalam Logika Sepak Bola

9 Oktober 2014   13:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:46 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1412812071224857133

Salah satu pandangan masalah ekonomi yang sempat tayang di Harian Kompas, 21 Oktober 2013 lalu, milik  A Prasentyantoko yang melansir artikel bertajuk "Krisis Energi dan Gejolak Ekonomi". Dalam tulisannya itu, ia menyorot pemerintah dan otoritas keuangan negara yang dirasakan olehnya tak memiliki banyak pilihan. Prasentyantoko menyebutkan, bahwa baik pemerintah dan ototitas moneter terkesan hanya menghadapi gejolak perekonomian seperti menaikkan BI Rate, memperlambat kredit, dan menaikkan pajak.

Tapi kritikan pengajar di Unika Atmajaya Jakarta itu berdasarkan kompleksitas masalah yang terjadi pada tahun lalu. Meski begitu, menyimak perkembangan dunia ekonomi terkini di Indonesia, sedikitnya memang masih terdapat keserupaan masalah yang belum benar-benar terselesaikan hingga kini.

Maksudnya, menilik ulang artikel tersebut, Prasentyantoko pun tidak menafikan dinamika di level global, tapi ia juga mengajak untuk melihat berbagai hal yang berada di level domestik yang dinilai olehnya masih bisa dipengaruhi--saya bahasakan--dengan "tangan kita sendiri". Artinya, silakan membuka mata atas dinamika global, tapi tidak menutup mata dengan masalah domestik.

Menyimak dialektika yang disajikan akademisi kampus ternama di Jakarta itu--terlepas bertema energi--ada pergulatan masalah yang disebutnya sebagai ketimpangan antar daerah. Kegelisahannya tak jauh-jauh dari dua hal: pertama, karena terhambatnya produktivitas, kedua adalah daya saing ekonomi domestik.

Mengaitkan opini Harian Kompas itu dengan KTT Milan yang baru saja berlangsung, ada satu benang merah yang mencuat yaitu "membangun kekuatan" dari daerah. Sebab, mengutip Prasentyantoko, menafikan hal-hal itu, akan membawa dampak yang membuat Indonesia termajinalisasi dari ekonomi global, sedangkan di sisi lain akan memunculkan fragmentasi di dalam negeri.

Yang Bisa Dilakukan?

Jika mengiyakan bahwa yang harus diprioritaskan adalah dari level domestik, maka di sana--dalam hemat saya--ada banyak hal yang bisa dilakukan. Apabila persoalan yang ingin dijawab adalah bagaimana menjaga stabilitas sistem keuangan.

Merujuk ke kasus gejolak yang terjadi pada 1998, ada banyak rekomendasi yang dimunculkan, beberapa di antaranya dimuat di Harian Kompas. Misal saja, dalam hal penyelesaian masalah dalam politik. Di sini, terlepas Direktur Bank Indonesia, Agus D.W Martowardojo, sempat meminta untuk tidak menyamakan masalah sekarang dengan dinamika 1998, tapi paling tidak memang ada keserupaan di sisi ini.

Misal saja, bagaimana ketika polemik yang sempat muncul pasca-Pilpres, sempat membawa pengaruh pada minat investor dan dinamika di pasar saham. Lalu hal itu terjadi lagi ketika sempat muncul riak dalam pemilihan Ketua DPR hingga MPR.

Kembali ke kasus 1998, jika merujuk Laksamana Sukardi dalam menyimak perkembangan saat itu, memang kondisi ekonomi Indonesia dinilai olehnya berada di persimpangan antara kemungkinan terjadinya recovery dan kehancuran. Saat itu, investor cenderung menyimak peta politik hingga fenomena apa yang terjadi di Pemilu.

Tidak itu saja, pada 1999, setahun setelahnya, banyak pengusaha nasional yang memang kemudian memutuskan untuk lebih membidik pasar luar negeri. Inisiatif yang lebih karena alasan untuk menyiasati berbagai kemungkinan yang terjadi di dalam negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun