Sosok Ki Marhaen adalah orang yang mempengaruhi pemikiran Soekarno muda agar menjadi masyarakat berdikari dan berdaulat.
Dari Ki Marhanen tersebut lahirlah pemikiran tentang 'Marhaenisme', dimana masyarakat Indonesia harus berdikari dan berdaulat. Bung karno memperjuangkan nasib masyarakatnya dari tukang menjadi tuan di tanah airnya sendiri.
Berpuluh tahun kemudian, spirit berdikari yang di lakukan oleh Soekarno dilakukan pula oleh Dedi Mulyadi selama memimpin Purwakarta.
Gagasan Dedi Mulyadi untuk membangun ekonomi yang bertumpu pada masyarakat di terapkan dalam setiap kebijakannya.
Dedi yang merupakan tipikal pemimpin yang datang ke kerumah-rumah warga secara langsung mengetahui kondisi keadaan perekonomian masyarakatnya.
Semangat menanam, semangat berternak terus digalakan Dedi pada masyarakatnya. Agar mereka berdikari secara ekonomi.
Sekedar contoh, pada tahun 2013 silam, di Kecamatan Cibatu dedi bertemu dengan seorang bocah angon (anak penggembala) kelas dua SD yang menggembalakan domba milik orang lain.
Cara menghitung pendapatannya dilakukan melalui persentase antara pemilik dan penggembala secara 'maro' (bagi hasil).
Sebagai seorang marhaen, Dedi memberikan lima ekor domba secara cuma-cuma yang terdiri dari empat ekor betina dan satu ekor jantan.
Semenjak diberi domba, anak tersebut tidak lagi menggembala domba orang lain, tetapi domba miliknya sendiri.
Musim berubah tahun berganti, domba yang lima ekor tersebut terus beranak pinak. Sekarang ini domba tersebut sudah berjumlah puluhan ekor.
Selanjutnya tinggal kita nantikan saja, berapa ratus ekor domba ketika dia sudah lulus SMA nanti?
Ketika anak tersebut akan melanjutkan sekolah keperguruan tinggi, dia tidak harus repot-repot mencari biaya karena dia sudah memiliki harta sendiri.
Begitupun saat ia lulus kuliah, ia tidak perlu sibuk mencari pekerjaan, karena dia sudah memiliki peternakan sendiri.
Inilah cara yang dilakukan oleh kang dedi mulyadi untuk merubah nasib masyarakatnya dari yang tadinya tukang menjadi tuan di tanah airnya sendiri.
Begitupun dengan seorang petani di wilayah Campaka yang memiliki beberapa petak sawah warisan dari orang tuanya.
Memang dia belum pernah berbicara secara langsung dengan Dedi Mulyadi. tetapi kepercayaan dirinya menjadi seorang petani tumbuh ketika dia mendengar pidato Kang Dedi saat kunjungan ke desanya.
Dengan tiga petak sawah cukup untuk menghirupi empat anak dan satu istrinya. Tapi dalam semangatnya ia ingin memiliki anak memiliki pendidikan yang lebih tinggi dari orang tuanya.
Dari hasil panen tiga petak sawah kecil ia sisihkan untuk biaya anak sulungnya kuliah, mereka berdua rela berpuasa agar bisa mengurangi konsumsi beras dan pengeluaran yang lebih besar.
Walaupun panen tidak selamanya mulus, tapi terus sisihkan uang tersebut agar anaknya lulus dari perguruan tinggi. Beberapa tahun lalu anaknya lulus, ia pun tersenuyum bahagia.
Pesan yang ingin saya sampaikan dalam hal ini, hanya dengan sawah kecil beberapa petak kecil tetapi bukan hanya cukup untuk dia makan, tapi juga berhasil melahirkan sarjana yang jarang terjadi di desanya.
itulah yang dilakukan oleh seorang pemimpin Dedi Mulyadi. perkataan dan perbuatannya bukan hanya mengilhami orang-orang. tetapi juga mengangkat derajat orang-orang yang hidupnya memiliki semangat.
Maka tidak heran kalau saya menyebut sosok Dedi Mulyadi sebagai anak Ideologis Bung Karno di Jawa Barat.
Ini hanya contoh kecil yang dilakukan oleh Dedi untuk merubah nasib masyarakatnya, karena realita diluar sana masih banyak lagi orang-orang yang berhasil dan berdaulat berkat bantuan moralnya.
Spirit Marhaen yang diajarkan Bung Karno yang ingin terus diwujudkan dan terlestarikan di Purwakarta. Spirit Marhaen yang hendak ditularkan lebih luas, dari Purwakarta ke Jawa Barat. Salam hormat untuk Bung Karno, salam hormat untuk Ki Marhaen, salam hormat untuk Dedi Mulyadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H