Dalam kebudayaan, termaktub bagian yang integral dalam mempertahankan dan mengembangkan kebenaran, harga diri, dan jiwa kepahlawanan.
Dinamika tersebut telah mampu mencuatkan ragam pesona secara universal dan oleh karenanya menjadi warisan budaya dunia yang memiliki nilai-nilai universal juga. Dalam konteks ke-Indonesiaan, sebuah gerakan merawat tradisi — merajut keberagaman, untuk membangkitkan spiritualitas dalam rangka merumuskan gagasan-gagasan tentang Nusantara demi “masa depan Indonesia masa depan” menjadi sangat penting. Mengapa? Dunia ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang begitu pesatnya, dimana ia telah mampu memperbesar “tubuh manusia”. Untuk memperbesar “tubuh batin” manusia, diperlukan sebuah pendekatan kebudayaan dan peradaban yang bisa menjawab tantangan jaman, khususnya masa depan Indonesia masa depan.
Dinamika dari timur
Dinamika adalah tahap ke-3 dari tahap-tahap sebelumnya. Tahap pertama adalah “romantika” dimana para pelaku melakukan proses werawat tradisi agar bisa diwariskan secara turun-temurun.
Disini, sebuah upaya dilakukan dalam bingkai estetika sehingga melahirkan hal-hal yang romantik.
Tahap ke-2 adalah dialektika, dimana para pelaku melakukan dialog dengan situasi kongkrit pada saat itu agar mampu keluar dari belenggu-belenggu yang membuat kemandegan supaya bisa menyesuaikan dengan keadaan zaman tanpa terlepas dari akar.
Tahap ke-3 adalah tahap dinamika. Apa yang telah diraih melalui fungsi dan perannya dalam menjaga dan merawat tradisi sehingga mampu menyesuaikan dengan perubahan zaman, diperkaya dengan gagasan-gagasan baru, ide-ide baru, dan pemerkayaan yang inovatif agar memiliki nilai sebagai visi yang jauh ke depan. Ini disebut sebuah proses “aja mèlik nggéndhong lali—dèn éling lan waspada”. Sebuah upaya untuk menemukan terang penghayatan atas makna “ngèlmu iku kelakoné kanthi laku”.
Batik Parang Curiga
Parang Curiga merupakan motif yang sarat makna estetika dan etika. Bagaimana motif ini harus dikembangkan sehingga membawa sifat dinamika pada pemakainya, menjadi sebuah tantangan yang menggairahkan.
Curiga sendiri hendak saya maknai sebagai “keris”. Sehingga motif keris ini bisa kita tarik ke wilayah esoterik dalam pemahaman atas laku “curiga manjing wrangka—wrangka manjing curiga” sebagai tahap memasuki “Manunggaling Kawula lan Gusti—Gusti lan Kawula”. Keris pertama-tama harus masuk dalam wrangka-nya (wadahnya). Untuk apa? Agar manusia mengenali dirinya sendiri agar ia bisa mengenal Pencipta-nya. Jika manusia sudah mengenal dirinya sendiri, maka, hakikat Sang Maha Pencipta yang sudah berada di dalam diri manusia sejak ia terbuahi di dalam kandungan, akan bekerja di dalam diri manusia dan menghidupkan dunia bathin.
Oleh karenanya, manusia harus menapaki, atau lebih konkrit lagi menziarahi diri pribadinya untuk mengenali daya-daya luhur di dalam dirinya agar terungkap. Sebab, sesungguhnya, kehidupan ini senantiasa mengandung makna dalam kondisi apapun, termasuk di tengah situasi kehidupan yang paling buruk sekalipun.