Mohon tunggu...
Cecep Sodikin
Cecep Sodikin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

TKA Tiongkok Antara Tantangan, Ancaman dan Peluang

7 Januari 2017   07:24 Diperbarui: 7 Januari 2017   08:12 1852
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesiapan Indonesia sangat diperlukan menghadapi era globalisasi dan pasca diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) bila tidak ingin Negara Indonesia menjadi sasaran pasar bagi negara ASEAN lainnya. Kesiapan yang diperlukan tidak hanya pada proteksi produk dalam negeri namun juga pada sisi dunia ketenagakerjaan.

Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, definisi ketenagakerjaan itu sendiri adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Bekerja merupakan cara manusia mendapatkan harkat dan martabatnya sebagai manusia meskipun selalu harus dihadapkan dengan kenyataan terbatasnya lapangan kerja di negara ini. 

Padahal bila mengacu pada tujuan kedua dari tujuan nasional dalam UUD NRI Tahun 1945, maka akan bisa dimaknai bahwa negara bertanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan sehingga hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak adalah jaminan sekaligus hak konstitusional setiap warga negara karena dengan bekerja akan dapat meningkatkan kesejahteraan seseorang. Masyarakat Ekonomi ASEAN sudah diwujudkan sejak tanggal 31 Desember 2015 yang lalu dengan tujuan untuk meningkatkan stabilitas perekonomian di kawasan ASEAN dan diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah di bidang ekonomi antar negara ASEAN.

Pertumbuhan penduduk Indonesia yang terus meningkat mengakibatkan jumlah angkatan kerja juga terus meningkat setiap tahunnya dimana kesempatan kerja yang terbatas karena pertumbuhan ekonomi belum mampu menyerap angkatan kerja tersebut untuk masuk ke dalam pasar kerja. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk paling banyak di kawasan Asia Tenggara, namun jika dilihat dari segi SDM, kualitas tenaga kerja Indonesia masih jauh dari harapan. Kita harus mau jujur mengakui bahwa etos kerja, disiplin dan kualitas Tenaga Kerja Asing (TKA) secara umum lebih unggul dibandingkan dengan negara kita. Sebagai contoh kualitas Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri kita masih kalah jika dibandingkan dengan tenaga kerja dari negara tetangga kita yaitu Filipina baik dari segi kemampuan bahasa Inggris dan keterampilannya.

Dengan adanya tuntutan pasar barang dan jasa secara bebas tersebut akan mengakibatkan tenaga kerja asing dengan mudah masuk dan bekerja di Indonesia sehingga mengakibatkan persaingan tenaga kerja yang semakin ketat di bidang ketenagakerjaan. Di bidang ketenagakerjaan ada 8 (delapan) profesi yang telah disepakati untuk dibuka pasca MEA, yaitu insinyur, arsitek, perawat, tenaga survei, tenaga pariwisata, praktisi medis, dokter gigi, dan akuntan (Media Indonesia, Kamis, 27 Maret 2014). Hal inilah yang akan menjadi ujian baru bagi masalah dunia ketenagakerjaan di Indonesia karena setiap negara pasti telah bersiap diri di bidang ketanagakerjaannya dalam menghadapi globalisasi dan pasar bebas Asia.

Bagaimana dengan Indonesia? Dalam rangka ketahanan nasional dengan tetap melihat peluang dan menghadapi tantangan arus globalisasi dan diberlakukannnya pasar bebas Asia, khususnya terhadap kesiapan tenaga kerja Indonesia sangat diperlukan langkah-langkah konkrit agar bisa bersaing menghadapi derasnya TKA tersebut.

Implementasi adanya globalisasi dan pasar bebas Asia akan membebaskan aliran tenaga kerja sehingga Indonesia akan dibanjiri oleh tenaga kerja asing (TKA) yang berdampak pada naiknya remitansi TKA. Saat ini, muncul adanya dominasi TKA terutama asal Tiongkok ke Indonesia sebagai dampak masuknya investasi, sehingga hal tersebut harus kita jadikan tantangan dan sekaligus peluang meningkatkan kualitas SDM kita agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. Sebaliknya kehadiran tenaga kerja asing tersebut jangan dijadikan ancaman dan alasan bagi kita untuk tidak mau maju dan berkreasi agar bangsa ini menjadi terpuruk.

Kita harus menyadari bahwa jumlah penduduk Indonesia yang besar masih belum diikuti oleh tingkat kompetensi tenaga kerja yang dapat bersaing dengan tenaga kerja asing. Indeks kompetensi yang dikeluarkan oleh World Economic Forum pada 2013, Indonesia menempati urutan ke-50, lebih rendah dari Singapura, Malaysia (ke-20) dan Thailand (ke-30). Kompetensi sumber daya manusia Indonesia yang rendah terjadi karena faktor-faktor yang saling berkaitan seperti tenaga kerja dan atau tenaga profesi yang tidak memiliki kualifikasi, minimnya pelaksanaan sertifikasi kompetensi, belum sesuainya kurikulum di sekolah menengah untuk keahlian profesi, serta sumber daya manusia di Indonesia yang sangat berlimpah namun belum dapat dioptimalkan.

Tingkat pendidikan yang rendah menjadi penyebab rendahnya daya saing dengan tenaga kerja profesional yang mempunyai kemampuan dan keterampilan tehnis. Sementara itu nilai upah bagi pekerja/buruh di Indonesia masih tergolong rendah apabila dibandingkan dengan nilai upah pekerja/buruh diantara negara-negara ASEAN lainnya. Di sisi lain, mutu pendidikan tenaga kerja Indonesia masih rendah, terbukti hingga Februari 2014 jumlah pekerja berpendidikan SMP atau dibawahnya tercatat sebanyak 76,4 juta orang atau sekitar 64 persen dari total 118 juta pekerja di Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun