Tim Ekonomi kabinet Jokowi, khususnya Menko Perekonomian dan Menkeu, mengalami kedodoran untuk mewujudkan target terciptanya pemerataan ekonomi yang berkeadilan seperti yang telah ditetapkan oleh Presiden Jokowi. Pada awal tahun 2017 ini, Presiden Jokowi telah menetapkan bahwa tahun 2017 dan 2018 merupakan tahun untuk menciptakan pemerataan ekonomi agar terwujud keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Untuk menciptakan pemerataan ekonomi, pemerintahan Jokowi telah menetapkan beberapa proyek Infrastruktur guna menggerakan geliat ekonomi di daerah. Selain itu, untuk membangun sumber daya manusia yang tangguh, pemerintahan Jokowi juga telah menjalankan program sosial seperti KIS, KIP, KKS dll. Akan tetapi, kebijakan prioritas pemerintahan tersebut berbenturan dengan strategi tim ekonomi kabinet Jokowi yang justru mengeluarkan kebijakan pengetatan anggaran dan pencabutan subsidi BBM, Listrik serta kenaikan biaya administrasi STNK dan BPKB.
Pengetatan anggaran dan pencabutan subsidi yang ditempuh oleh kedua tim ekonomi kabinet Jokowi ini dapat dikatakan sebagai cara pragmatis dalam mengutak-atik anggaran demi mengamankan pos anggaran bayar utang dalam APBN. Sebagai gambaran, Sri Mulyani pada 2016 melakukan pemangkasan pos anggaran pembangunan dan kesejahteraan rakyat sebesar 133,8 trilliun. Dan pada saat bersamaan tetap mengalokasikan pembayaran utang sebesar Rp 398,1 trilliun. Padahal, apabila memiliki keberpihakan kepada visi Trisakti dan misi Nawacita seperti yang tertuang dalam dokumen kampanye Presiden Jokowi, pemerintahan Jokowi berkomitmen untuk menghilangkan ketergantungan terhadap utang.
Tugas tim ekonomi dalam pemerintahan yang semestinya menciptakan peluang-peluang baru dalam meningkatkan penerimaan negara, seolah hanya berhenti pada usaha mengutak-atik anggaran. Alih-alih sanggup mengimplementasikan serangkaian paket kebijakan ekonomi yang telah ditetapkan oleh presiden Jokowi, tim ekonomi Jokowi sepertinya sudah mulai frustasi dengan capaian target Tax Amnesty yang berakhir di bulan Maret 2017. Yang sangat mengherankan justru pernyataan dari Menkeu Sri Mulyani yang mulai mengeluh dengan capaian Tax Amnesty yang awalnya ia banggakan.
Menghadapi gejolak perekonomian global, Tim Ekonomi dalam kebinet Jokowi semestinya mampu menjadi garda terdepan dalam menciptakan terobosan-terobosan kebijakan yang dapat menguntungkan perekonomian nasional dan menggerakkan sektor produktif dalam negeri. Kebutuhan akan biaya untuk mensukseskan program pembangunan infrastruktur, semestinya dapat ditempuh dengan cara revaluasi aset sehingga peningkatan modal BUMN tersebut dapat digunakan sebagai daya tarik investasi, justru seperti diabaikan oleh tim ekonomi kabinet Jokowi. Padahal, kebijkan revaluasi aset ini telah masuk dalam paket kebijakan ekonomi tahap 5 pada Oktober 2015.
Di sisa waktu separuh pemerintahan Jokowi ini, terobosan-terobosan tersebut sangat dibutuhkan. Selain untuk meninggalkan warisan berharga bagi rakyat yang telah mengantarnya sebagai presiden ke 7, target pemerataan ekonomi yang berkeadilan sosial juga akan semakin mudah diwujudkan hingga 2019.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI