Mohon tunggu...
Agus Priyanto
Agus Priyanto Mohon Tunggu... Freelancer - sodarasetara

----

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Serial Melawan LUPA #2: Pers, Demokrasi, dan Daulat Rakyat

27 Maret 2016   14:59 Diperbarui: 27 Maret 2016   15:13 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="BREDEL 1994"][BREDEL 1994, diterbitkan Aliansi Jurnalis Independen]

“Sejak dasawarsa 1980-an, pers Indonesia tampak mulai bergeser

dari pers perjuangan menjadi pers industri”

- Ahmad Taufik dan Eko Maryadi-

Dari beberapa catatan kecil yang saya buat saat melakukan penelusuran ke beberapa catatan yang ada di internet dan buku-buku yang berhubungan dengan perlawanan insan pers terhadap Orde Baru, saya terbentur oleh suatu pertanyaan.

Sepertinya masih sedikit yang menyajikan sejarah dari sosok yang pernah merasakan penjara Orde Baru di Sukamiskin, Bandung, dalam melawan kontrol ketat terhadap pers Indonesia di penghujung abad 20.

Setelah saya menemukan dokumen pembelaan 2 jurnalis Independen, Ahmad Taufik dan Eko Maryadi, yang dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (29 Agustus 1995), saya mulai memperoleh informasi pendukung tentang artikel “Industri Pers dan Demokratisasi” yang ditulis oleh ahli ekonomi Rizal Ramli.

Dalam buku “Semangat Sirnagalih: 20 Tahun Aliansi Jurnalis Independen”, hal.84, disebutkan bahwa Independen merupakan terbitan Aliansi Jurnalis Independen yang menjadi simbol perlawanan terhadap rezim Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) yang menjadi alat dari kekuasaan Orde Baru dalam mengontrol ketat pers Indonesia.

Terang saja, ketika jurnalis-jurnalis muda ini bersuara lugas melalui Independen edisi 10 Januari 1995 yang dalam sampulnya diberi judul “Harmoko dan Saham di 32 Media”, mereka langsung diburu oleh penguasa Orde Baru. Independen edisi nomor 10 yang memuat topik utama “Jadi Menpan Tiga Periode Ambil Saham Tigapuluh Media”ini menjadi penanda dinyatakannya sebagai terbitan TERLARANG oleh Kejaksaan Agung.

Selanjutnya, sekretariat AJI digrebek. Tiga orang aktivis AJI ditangkap. Mereka adalah Ahmad Taufik, Eko Maryadi dan Danang Kukuh Wardoyo.

Didalam pembelaannya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Ahmad Taufik dan Eko Maryadi, mengulas sejarah penindasan terhadap pers sejak era kolonial hingga Orde Baru. Keduanya juga mengemukakan data para wartawan yang sudah menjadi korban pasal-pasal Haatzai Artikelen yang diwariskan oleh penjajah untuk mengekang kaum pergerakan nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun