Mohon tunggu...
socrates jadul
socrates jadul Mohon Tunggu... -

Berjuang untuk tidak frustrasi menjadi Indonesia sejati

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pak Amien Rais, Bacalah Bila Anda Sempat…

18 April 2014   14:54 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:31 52947
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_303735" align="aligncenter" width="624" caption="KOMPAS.com"][/caption]

Selamat pagi Pak Amien. Saya hanya warga biasa, yang ikut menjadi saksi kerusuhan 1997-1998 di Jakarta dulu. Izinkan saya mengeluarkan segala uneg-uneg saya pada bapak, yang dianggap banyak orang sebagai bapak reformasi.
1. Saat awal reformasi dulu, bapak beserta 50 orang terkemuka dan tidak diragukan integritasnya membentuk MARA (Majelis Amanat Rakyat) . MARA ini lintas profesi, ras, agama, dengan anggota antara lain Goenawan Mohammad, Nurcholis Madjid, Adnan Buyung, Frans Seda, Romo Frans Magnis Suseno, dan lain-lain, termasuk anda sendiri. Tujuan MARA dibentuk sangatlah mulia, mengawal reformasi untuk Indonesia yang lebih baik. Namun sayangnya umur MARA tidak lama, ia segera bertransformasi menjadi Partai Amanat Nasional. Sebagian orang tidak setuju dan tidak ikut bergabung dengan PAN. Kenapa pak? Sampai sekarang saya tidak menemukan alasannya mengapa begitu mudah anda "mengambil alih" MARA menjadi partai yang anda sendiri menjadi ketuanya. MARA yang dulunya lintas sektoral sekarang dipersempit "menjadi" partainya Muhammadiyah saja. Kalau memang anda ingin membentuk partai yang mewakili aspirasi Muhammadiyah, silakan saja. Namun kenapa berpura-pura membentuk MARA, seolah anda berjasa besar dalam reformasi, lalu membelokkan arah menjadi partai yang mewakili organisasi tertentu saja?

2. Saat Pemilu 1999, partai anda meraih 7% suara dan berada di peringkat kelima. Namun dengan "kecerdikan", anda berhasil menelikung PDIP yang meraih 33% suara dan berada di peringkat pertama. Anda berhasil "menjegal" Megawati menjadi presiden dengan akal2an poros tengah (poros Islam?). Anda berhasil mendudukkan Gus Dur sebagai presiden dan anda sendiri menjadi ketua MPR. Apa yang dilakukan Megawati? Ia menerima saja, tidak melakukan perlawanan atau mengajak 33% rakyat yang memilih PDIP untuk berdemonstrasi. Ia diam, karena sadar bahwa Gus Dur juga pantas menjadi presiden di samping dirinya. Sayangnya Gus Dur tidak lama menjadi presiden. Ia "dijatuhkan" oleh MPR yang anda sendiri ketuanya. Sungguh anda "King Maker" sekaligus "King Breaker".

3. Saat Pilkada DKI, anda menjelekkan Jokowi secara frontal, bahkan cenderung fitnah, Jokowi bayar pers lah, Ahok didukung pebisnis lah, dll. Tidak berselang lama, anda malah memuji Jokowi (Lihat) bahkan mengajukan Jokowi-Hatta sebagai pasangan ideal presiden dan wakil presiden (Lihat). Tidak lama, kembali anda berbalik arah lagi (Lihat) Apa sebenarnya yang ada di otak anda? Yang mana yang harus saya percayai? Jokowi bagus atau Jokowi jelek?

4. Sekarang anda kembali bermanuver dengan jargon "koalisi Indonesia Raya". Anda tidak mau menggunakan istilah poros tengah karena dianggap perkumpulan partai Islam, anda menyebut koalisi ini juga merangkul partai nasionalis (Lihat). Tapi kumpul-kumpul di Cikini kemarin hanya perwakilan berbasis Islam saja. Yang benar yang mana pak? Mana yang harus saya percaya? Omongan anda atau kenyataan yang kasat mata?

Bapak Amien Rais terkasih, dari empat kejadian di atas mohon klarifikasi bila anda berkenan, sehingga tidak timbul fitnah di hati saya.

Mengapa bapak benci sekali dengan PDIP? Empat kejadian di atas menunjukkan anda selalu ingin menjegal PDIP. Apakah PDIP tidak berhak hidup dan bukan partai yang sah di negara ini? Boleh saya ingatkan, PDIP dipilih 19% dan PAN 7% (versi Quick Count).

Mengapa anda tidak memegang teguh integritas anda? Mudah sekali menelikung (MARA-PAN), menusuk dari belakang (Gus Dur), putar haluan (Jokowi - Hatta) dan berbohong? (koalisi Indonesia Raya). Semua fakta ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa anda memiliki integritas pak, antara perkataan anda dan perbuatan anda itu bertolak belakang. Mana yang harus saya ikuti?

Jujur saja pak, itu lebih bermartabat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun