Mohon tunggu...
Humaniora Artikel Utama

Harmoni Diawali dari Rumah

18 April 2015   13:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:57 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jakarta, bisa berubah - menjadi lebih ramah

Tempat Tinggal dan Keluarga

Berita kematian anak kost “plus-plus” di kawasan Tebet, cukup mengagetkan. Pertama menyangkut korban meninggal di kamar kostnya, kedua ternyata di kamar kost tersebut ia menjalani profesi “plus-plus”, ketiga rumah kost tersebut cukup mewah dan sangat berjarak dibanding rumah warga kebanyakan, ke empat “pelanggan” yang tertangkap dan mengaku sebagai pelaku adalah seorang pendidik atau pemberi les privat, ke lima pelaku sudah berkeluarga dan istrinya sedang hamil tua. Ada dua hal yang bersinggungan, yakni tempat tinggal sekaligus tempat kerja dan keluarga.

Terlepas dari kematian tersebut yang patut disayangkan, kebutuhan kenyamanan tempat tinggal dan dekat dengan tempat kerja sudah menjadi kebutuhan. Hal ini terutama mengingat masalah transportasi di Jakarta dan sekitarnya yang sudah sangat parah. Namun model rumah kost yang elitis menjadi sangat eksklusif dan jauh dari kehangatan ra mah tamah khas orang Indonesia. Bahkan pengurus RT di Tebet sudah angkat tangan karena interaksi antara pengurus pemukiman (RT) dengan pemukim selama ini hanya diwakili pengelola kost, dalam bentuk yang sangat minim, seperti sumbangan kegiatan hari-hari besar seperti 17 Agustusan belaka. Di satu sisi Ketua RT merasa harus memastikan kemananlingkunganya, tapi di sisi lain sosok rumah kost ekslusif tersebut bukan level pengurus RT lagi menurutnya.

Hal ini menimbulkan tanda Tanya besar bagi penulis, apakah karena rumahnya terlalu besar dan berpagar tinggi, atau karena sudah ada penjaga yang ditakuti oleh pengurus RT, atau pemilik rumah kost tersebut adalah aparat penegak hokum?, yang jelas keberadaan rumah kost tersebut sudah cukup lama. Yang patut disayangkan, kalau warga sekitar mahfum, keberadaan rumah kost tersebut sudah lama ditengarai dipakai aktivitas “esek-esek” (sebagian warga menjuluki rumah kost tersebut terletak di (maaf) “Vagina street”), mengapa tidak ada tindakan dari aparat penegak hokum? Atau setidaknya teguran dari atasanya Pengurus RT?

Hal kedua yang sudah disebut diatas ada singgungan masalah keluarga, masing-masing baik korban maupun pelaku sudah berkeluarga dan sama-sama memiliki anak kecil. Dengan terkuaknya kasus pembunuhan di kamar kost tersebut, terlihat adanya masalah keluarga pada kedua nya. Warga yang tinggal di kota besar dengan berjibun masalah, memang tidak lepas dari masalah keluarga, namun kali ini lebih karena factor pelaku (internal) dan situasi (eksternal) yang memberikan peluang.

Penegakan Aturan

Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat langsung merespon dengan memerintahkan jajaranya, melalui Walikota Jakarta Selatan, Syamsuddin Noor, mengumpulkan para Camat dan Lurah, akan melakukan penertiban rumah-rumah Kost di kawasanya. Bahkan Gubernur “Ahok” Basuki Purnama yang terkenal lantang, langsung akan menutup rumah kost “esek-esek”.

Selain memberikan pembinaan, peringatan, bahkan penutupan rumah kost yang terbukti melanggar Perda, kedepan rencanya akan diberlakukan pencatatan tamu wajib lapor 1x 24 jam bagi para temu di rumah kost, dilakukan pemeriksaan KTP, pengumpulan foto copy KTP yang masih berlaku, dan berbagai bentuk seperti surat keterangan kerja demi meminimalisir kegiatan prostitusi maupun aksi terorisme khususnya di pemukiman.

Kohesi Sosial

Berbagai penindakan oleh Gubernur dan jajaranya tentu harus didukung warga, namun hal tersebut sifatnya hanya sewaktu –waktu saja. seperti biasa, hanya “anget-anget tai ayam” saja. Dua hal yang saya singgung diatas, tempat tinggal yang dekat dengan tempat kerja dan kehangatan keluarga bisa menjadi tawaran mengatasi masalah besar ini. karena kasus kematian penghuni kost dan penyalah gunaan rumah kost tersebut sesungguhnya bak puncak gunung es belaka. Masyarakat percaya hal tersebut banyak terjadi, tidak hanya di Tebet saja.

Tentu perlu syarat agar tempat hunian yang dekat dengan tempat kerja juga mengadopsi modal social yang telah lama dimiliki, seperti ramah, sopan santun, saling menghargai tetangga, bergotong royong dan banyak lagi. Bisa dibayangkan manakala tempat tinggal kita yang dekat dengan tempat kerja tersebut dihuni warga yang masih memiliki keramahan, berlaku sopan santun, saling menghargai tetangga, bergotong royong, dan masih banyak lagi, niscaya mampu meredam penyalah gunaan tempat tinggal sebagai kamar esek-esek.

Lokasi Mahal

Lokasi hunian dekat tempat kerja sering diasosiasikan lokasinya mahal, bukan pemerintah yang sebenarnya disokong warga melalui pajak yang rajin dibayarnya, kalu tidak bisa mencari jalan keluar. Apartemen, rumah susun, rumah susun milik, rumah susun sederhana milik, rusunawa sejak beberapa tahun ini mulai bermunculan. Model hunian vertical yang mulai diakrabi warga bisa menjadi jawaban, dan sekaligus mengajak kalangan swasta untuk turut serta menyediakan tempat hunian, bahkan bagi karyawanya.

Tinggal kemudian bisa diawali dengan pengaktifan kelompok-kelompok di tempat hunian kita masing-masing, seperti dasa wisma, kelompok pengajian atau kebaktian, kelompok remaja, bahkan hingga kelompok kesejahteraan keluarga. Apakah ini bisa dilaksanakan di Jakarta? ….. semua modal social diatas tidak lain adalah bagian dari daya rekat atau kohesi social masyarakat kita. kalau kita mau berubah, segala daya upaya harus dilakukan. Ibaratnya proyek MRT yang sudah teronggok lebih dari 20 tahun saja sekarang bisa dijalankan, Mengapa Tidak.

Anung Karyadi – Penggiat Sosial, Social Cohesion Center (SCC) Jakarta – tinggal di Depok

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun