Mohon tunggu...
Sobih Adnan
Sobih Adnan Mohon Tunggu... -

Hidup di Cirebon, namun belajar tanpa batas | Penulis Buku Kumpulan Puisi : Nyanyian Gagang Telepon.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sebuah Awal tentang "Jingga Senja"

6 September 2011   23:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:11 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Seperti hujan, dia berbaris-bening, sejuk dan mudah terbentuk, segar dan menyulap segala termekar.

__________________________________________________________________________________

Ayah bilang, itulah rasa. Di mana “Kau, aku, juga mencintai Bunda bukan? Sama meninggi tapi terkucur dalam cawan dan ruang yang berbeda. Kau mengerti Nak?”.

Seperti itulah rekaman yang terputar di pembaringan yang biasanya selalu kami banggakan berempat,  yakni Polosku, Ayah, Bunda, dan adikku yang selalu terdiam cerdas. Namun kali ini tinggal kita berdua, rumah sepi, diboyong bersama cinta Bunda ke rumah sakit. Ayah benar-benar memandang dan menguras segala otak beliaku tepat saat Sandakala tiba.

Saat itu Ayah masih sangat gagah, mengimami Maghrib dengan segala wudlu dan ceria. Namun, ternyata saya salah, Pemilik Izra’il-lah yang Maha Segalanya.

Di rokaat kedua, Ayah menutup segenap cerita, duka memang, tapi siapa yang akan merangkulnya dengan tegar, dan menjawab segala dengar, jika bukan aku dan kesendirian?

Duka tambah mengangah saja, saat kakak per-kakak menjemput sisa-sisa duka, dan mengiba tentang Bunda. “Bunda bagaimana Dik? Kita pasti harus menahan haru yang tentu membiru”. Dia benar, Hanya tinggal kita, dan Bunda, mesti saling jaga.

__________________________________________________________________________________

Masih lembab gundukan bertabur mawar dan segala bunga di pemakaman Ayah, saya ingat betul, saat itu liatnya masih sangat basah dengan siraman air dan doa. Namun kami harus menjemput Bunda di ruang operasi, menjegal Izrail berikutnya, dengan tawa, ceria, bahkan canda.

__________________________________________________________________________________

“Bundamu selamat, operasi berlangsung lancar bersama Tuhan Yang Kasih”. Jabat dokter bersama senyum bunda yang menyegerakan kami berkemas dan kembali memadu cinta keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun