Angka 20,4 juta jiwa, bagi Mensos, Â sungguh satu potensi jumlah yang sangat besar." Saya sebut sangat besar, karena melebihi bahkan jumlah total penduduk tahun 2018 untuk setiap negara berikut: Kamboja (15.8 juta jiwa), Laos (6,5 juta jiwa), Singapura (5,6 juta jiwa), dan Brunei Darussalam (0,5 juta jiwa)," kata Mensos.
Mengutip data BPS pula, Mensos menyatakan sebanyak 22 persen lansia diketahui buta huruf. Â Kemudian sepertiga lansia diketahui merupakan penyandang disabilitas.
Secara ekonomi, Â kata Mensos, mayoritas lansia tinggal di dalam keluarga dengan tingkat ekonomi berada di pada 40 persen ekonomi terbawah.
Dari aspek ketenagakerjaan, sekitar separuh populasi lansia bekerja di sektor pekerjaan pertanian yang identik dengan pendapatan dan tingkat  kesejahteraan rendah.
Masih mengutip survei BPS, Â sebanyak 60 persen lansia berpendapat rendah dan tidak stabil. "Sehingga mereka rawan jatuh miskin kembali. Â Sebanyak lebih dari sepertiga lansia belum mendapatkan layanan asuransi kesehatan," Mensos menekankan.
"Maka dengan mudah saya dapat simpulkan, Â bahwa kondisi lansia kita masih jauh dari mandiri, sejahtera. Ini adalah PR kita bersama," kata Mensos
Untuk mengantisipasi tantangan yang tengah berkembang, Â Kemensos menempuh empat langkah intervensi terhadap lansia yang disampaikan Mensos. "Empat langkah tersebut adalah langkah preventif, Â protektif, Â promotif, Â dan transformatif," kata Mensos.
Yakni langkah preventif, Â kata Mensos, Â dimaksudkan untuk memberikan pemberdayaan ekonomi sehingga lansia dapat dicegah dari resiko kemiskinan.
Lalu langkah protektif yang dimaksudkan dengan memberikan bantuan sosial dan rehabilitasi tingkat dasar. "Kemudian promotif yang dimaksudkan sebagai penguatan lansia dari aspek keterampilan dan penguatan kapasitas," kata Mensos.
Intervensi lain adalah yang bersifat transformatif yakni intervensi berupa penguatan kerangka regulasi atau penyusunan tata perundang-undangan.Â
"Untuk menghilangkan kerentanan dan ketidaksetaraan terhadap kaum lansia, " kata Mensos.