Mohon tunggu...
Muhammad Ainul Yaqin
Muhammad Ainul Yaqin Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Vivamus, moriendum est.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Twitter terhadap Perilaku dan Mindset Gen-Z

8 November 2023   02:41 Diperbarui: 29 Januari 2024   11:46 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: Pinterest/apple.news

Twitter merupakan platform media sosial yang memungkinkan penggunanya untuk membuat dan berbagi pesan, atau yang umumnya dikenal dengan sebutan "tweet". Pesan-pesan ini biasanya terdiri dari teks, gambar, video, dan tautan. Namun, dibatasi hingga 280 karakter per tweet.

Twitter juga menjadi platform media sosial yang sedang tren di kalangan Gen-Z atau biasa disebut Generasi Z. Perlu kalian ketahui bahwa Generasi Z adalah orang-orang yang lahir pada pertengahan tahun 1990-an hingga pertengahan tahun 2000-an. Gen-Z tumbuh ketika teknologi berada dalam kategori canggih, seperti adanya internet, media sosial, dan perangkat seluler yang kemudian menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, mereka juga disebut sebagai generasi yang tumbuh di tengah revolusi digital.

Twitter sangat populer di kalangan pengguna sebagai sarana komunikasi, memungkinkan mereka mengikuti selebriti dan berpartisipasi dalam percakapan global tentang berita, politik, minat pribadi, dan topik yang sedang tren. Dalam beberapa tahun terakhir, Twitter telah menjadi tempat yang nyaman bagi Gen-Z untuk berbagi ide, pemikiran, diskusi, dan persepsi mengenai politik serta hiburan. Twitter memiliki banyak manfaat bagi Gen-Z, dan tentunya memberikan dampak positif dan negatif terhadap cara berperilaku dan berpikir Gen-Z.

Twitter memberikan dampak positif pada Gen-Z, seperti memberikan mereka perspektif dan informasi yang lebih luas, sehingga dapat membantu mereka mengembangkan keterampilan berpikir mereka. Wajar saja di era digital, informasi menjadi lebih mudah didapat akibat globalisasi. Namun perlu diingat bahwa tidak semua informasi dapat dipercaya.

Selain itu, Twitter membantu Gen-Z mengembangkan jaringan sosial mereka. Tidak diragukan lagi bahwa platform jejaring sosial telah berperan penting dalam mendorong kemajuan karir dan usaha bisnis selama periode ini. Dalam hal ini, Twitter berfokus pada penggunanya, yang dalam konteks ini juga mencakup Gen-Z. Hal ini memungkinkan penggunanya untuk terhubung dengan orang-orang dari latar belakang berbeda dan membangun hubungan yang saling menguntungkan. Hal ini juga akan sangat membantu dalam memastikan bahwa Gen-Z memiliki lebih banyak peluang dan dapat mencapai tujuannya.

Namun diantara sekian banyak dampak positif Twitter, tentunya ada pula dampak negatif yang dapat merugikan orang lain dan Gen-Z itu sendiri. Metode pembuatan akun palsu atau anonim membuat penggunaan Twitter menjadi sesuatu yang buruk, seperti terjadi cyberbullying dan komentar sarkastik yang ditujukan kepada individu, kelompok, dan pihak berwenang. Pemicunya adalah masyarakat merasa kebebasan berekspresinya tidak dibatasi, sehingga keresahan dan kritikan yang ada di benak mereka dapat tersalurkan tanpa memperhatikan etika dalam mengkritik. Kekhawatiran mengenai kurangnya pengawasan orang tua dapat mengakibatkan kesehatan mental Gen-Z menjadi lebih buruk, yang dapat mempengaruhi cara mereka berperilaku di dunia nyata.

Selain itu, belakangan ini sedang ramai-ramainya perbincangan terkait politik di Twitter, sebab tak lama lagi akan adanya pemilihan umum atau pemilu. Nah, di Twitter sedang hangat para politisi maupun Gen-Z ini yang kebetulan menggeluti dan paham dalam bidang politik, mereka ikut berpartisipasi dalam menyuarakan pandangan mereka. Apabila suara atau pandangan mereka terlalu ekstrem dan tidak toleran, maka dampaknya bisa berpengaruh terhadap perilaku mereka di dunia nyata dan memperburuk konflik sosial.

Dalam hal ini, orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam memantau, mendidik, membatasi, dan mengarahkan mindset Gen-Z agar menuju ke arah positif. Dalam buku berjudul “Mindset” karya Carol S. Dweck dijelaskan bahwa mindset itu terbagi menjadi dua, yaitu: Growth mindset (mindset tumbuh) dan fixed mindset (mindset tetap). Apabila kita lihat banyaknya fenomena sosial dari para Gen-Z baik dalam menjalankan kehidupan sehari-hari maupun dalam proses akademiknya, mereka bisa terbilang tidak suka dengan proses yang lama, melainkan mereka lebih mengarah ke proses instan dan bisa dikatakan masuk dalam kategori fixed mindset (mindset tetap). Mereka selalu ada cara tersendiri menemukan alternatif atau jalan pintas dalam melakukan suatu hal.

Sebagai contoh, Andi ditugaskan oleh ketua organisasinya untuk membuat pamflet dengan deadline semalaman. Andi berpikir keras dan akhirnya menemukan cara alternatif yaitu menggunakan template editan di aplikasi canva hingga akhirnya Andi bisa menyelesaikan pamflet tersebut dengan sekejap. Memang sekilas hal tersebut bisa terbilang efisien dan pintar. Namun, dengan adanya tersebut, Andi tidak bisa menikmati esensi dalam sebuah proses yang sebenarnya panjang.

Dalam hal ini, orang tua dan pendidik lagi-lagi sebenarnya sangat berperan penting untuk membantu Gen-Z dalam memahami pengaruh Twitter terhadap perilaku dan mindset mereka. Marilah ciptakan self value yang baik dan image yang positif dalam menggunakan media sosial, agar tercipta lingkungan yang baik ketika kita berselancar di dunia maya. Karena apa yang kita lakukan di media sosial, akan berdampak juga pada realitas di dunia nyata.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun