Mohon tunggu...
Siwi Nugraheni
Siwi Nugraheni Mohon Tunggu... Penulis - Dosen salah satu PTS di Bandung

Menulis untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Thaler, Mubyarto, dan Smith

31 Desember 2022   16:15 Diperbarui: 18 Januari 2023   09:48 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by pch.vector on Freepik 

Tengoklah cerita ketika Thaler memberi saran kepada Uber, penyedia layanan transportasi online, agar tidak mengambil kesempatan dalam kesempitan dengan menaikkan tarif pada jam-jam sibuk (Kompas, 12 Oktober 2017). Ini tidak sejalan dengan hukum pasar, harga dibentuk dari kekuatan permintaan dan penawaran; maka ketika permintaan naik (dan penawaran tetap), harga akan (dimaklumi jika) naik. Ada hal lain yang perlu diperhitungkan: kepentingan dan kesejahteraan konsumen. Lihatlah bagaimana Mubyarto memiliki cerita yang mirip ketika menggambarkan Ekonomi Pancasila.

Dalam sebuah tulisannya, Mubyarto memaparkan contoh praksis Ekonomi Pancasila lewat cerita pengemudi speed-boat (Mubyarto, 2003, Ekonomi Pancasila: renungan satu tahun Pustep UGM). Dalam perjalanan penelitiannya di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, Pak Muby dan timnya menumpang speed-boat Zamrani yang melayani trayek Melak - Kota Bangun (180 km).

Meskipun Zamrani punya peluang melayani trayek yang lebih jauh, yaitu Melak - Samarinda (300 km; dengan Kota Bangun berada di tengah-tengahnya). Ketika ditanya mengapa tidak mengambil kesempatan untuk melayani sampai Samarinda, Zamrani menjawab, "harus terjadi bagi-bagi rejeki" antara pemilik speed-boat dan taksi. Bagi Mubyarto, tindakan Zamrani menggambarkan ekonomi yang berkemanusiaan adil dan beradab; dan ini seiring dengan saran Thaler kepada Uber.

Baik Thaler maupun Mubyarto memperhitungkan aspek selain rasionalitas homo economicus dalam merumuskan jalan menuju kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi. Thaler menamakannya tindakan yang (justru) tidak rasional; Mubyarto menyebut tindakan ekonomi yang berlandaskan moral. Thaler menawarkan intervensi langsung pemerintah untuk mewujudkannya; Mubyarto meyakini bahwa kisah Zamrani mudah ditemukan dalam kehidupan ekonomi rakyat Indonesia sehari-hari, terutama di kalangan rakyat kecil, dan di desa-desa; sehingga campur tangan pemerintah hanya diperlukan dalam bentuk memberi ruang dan kesempatan agar hal-hal tersebut semakin berkembang.

Memperhatikan pemikiran Thaler dan Mubyarto seolah bertentangan dengan pemikiran Adam Smith, bapak Ilmu Ekonomi modern. Benarkah demikian? Belasan tahun sebelum merilis The Wealth of Nations (1776), Adam Smith menulis The Theory of Moral Sentiments (1759). 

Secara singkat buku yang terakhir ini menyatakan bahwa selain tujuan mencapai kemakmuran diri sendiri, tindakan manusia dilandasi oleh moral baik (perasaan simpati kepada sesamanya). Ketika orang lain senang, kita merasa senang; ketika orang lain sedih, kita ikut merasa sedih, tentu dengan kadar yang lebih rendah. Itulah rasa simpati manusia sebagai makhluk sosial, yang ikut menentukan tindakannya. Sayangnya, pemikiran Smith yang tertuang di dalam The Theory of Moral Sentiments tidak menggema seperti pemikiran tentang invisible hand dalam mekanisme pasar (atau paling tidak, konsep mekanisme pasar seperti dimaknai dalam Ilmu Ekonomi modern arus utama), di The Wealth of Nations.

Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa jika kita mengambil pemikiran Adam Smith secara menyeluruh (komprehensif), maka seharusnya tidak ada pertentangan antara pemikirannya dengan pendapat Thaler dan Mubyarto. Keberhasilan Thaler meraih Nobel barangkali menjadi penanda perlunya memulai (kembali) diskursus tentang aspek-aspek di luar rasionalitas homo economicus sebagai landasan tindakan ekonomi manusia; bahkan bagi pembelajar di tingkat paling awal.

Cimahi, 14 Oktober 2017 (catatan dari penulis: tulisan yang sudah lama tersimpan di laptop).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun