Hominum causa jus constitutum est, hukum diciptakan demi kesejahteraan manusia.
Kesejahteraan tak luput dari idealisme manusia, hingga hukum senantiasa dituntut atas nama kesejahteraan. Idealisme manusia mencipatakan gambaran ruang sosial dimana tertibnya masyarakat yang diatur sedemikian rupa oleh hukum bukan hanya oase semata, melainkan kondisi nyata yang dapat selalu diterawang kasat mata lewat berbagai macam sudut pandang ideologi yang menyertakan gagasan “masyarakat hukum”. Pertentangan terjadi ketika penegakan hukum mulai menjauh dari aturan yang sudah ditetapkan, atau dalam berbagai kasus, penegakan hukum tersendat oleh laku dua kubu yang berbeda, dengan dalih masing-masing, menarik-ulur kepastian hukum itu sendiri.
Ide awal untuk menjadikan hukum sebagai tonggak berdirinya keadilan seperti menemui hambatannya. Masalahnya, manusia seperti melupakan begitu saja intisari terbitnya hukum, gagasan awal mereka mengenai tuntutan kesejahteraan kini sering bertolak belakang dengan laku mereka sehari-hari. Hukum layaknya mitologi yang masih dipercayai beberapa kalangan, sebagian tak ragu melanggarnya mengingat itu tak lebih dari cerita yang terus didengung-dengungkan tanpa laku nyata, sebagian berpicing mata, memilih bungkam, seakan mitologi itu sudah benar-benar punah.
Hukum tak pernah benar-benar runcing ke bawah, dalam arti hanya berlaku kepada masyarakat kecil, dan tumpul ke atas; tak menemui kuasanya di level masyarakat kelas atas yang memegang kuasa. Hukum yang ditangisi karena sesuai aturan yang berlaku menindak masyarakat kecil merupakan bentuk tegaknya keadilan dalam arti yang sesungguhanya. Sementara pada level masyarakat yang lebih tinggi; pemegang kuasa, kesejahteraan datang pada mereka seiring dengan tidak berlakunya hukum. Tapi, menurut kebanyakan teori juga, keadilan belum lagi tercapai: "Kita tidak hidup di dunia yang adil". Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan banyak gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang menegakkan keadilan. Tapi, banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan memberikan pemikiran bahwa tidak jelas apa yang dituntut dari keadilan dan realita ketidakadilan, karena definisi apakah keadilan itu sendiri tidak jelas. Keadilan intinya adalah meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya.
Quild si nuc caelum ruat? Bagaimana jika sekarang langit akan runtuh?
.
..
...
Yogyakarta, 24 Mei 2015
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI