Mohon tunggu...
Sesilia Novenda
Sesilia Novenda Mohon Tunggu... Freelancer - Happy to have another experience

Hai! Nama saya Sesil. Saya sangat senang dan antusias terhadap pekerjaan yang dapat memberikan layanan. Itu sangat menyenangkan :)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Opini Tentang Kebebasan Pers di Papua

27 Februari 2018   00:42 Diperbarui: 27 Februari 2018   00:56 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pers, menurut UU Nomor 40 Bab I Pasal 1 Ayat 1 Tahun 1999 tentang Pers, adalah Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

Fungsi pers juga diatur dalam Bab II Pasal 3 Ayat 1 dan 2. Fungsi pers dinyatakan sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, kontrol sosial. Pers nasional dapat berfungsi juga sebagai lembaga ekonomi. Pengertian pers dan fungsi pers turut ditunjang oleh hak pers dan peranan pers.

Akhir-akhir ini, kabupaten Asmat, Papua sedang menjadi perbincangan hangat terkait gizi buruk. Masyarakat beramai-ramai menyuarakan suaranya agar pemerintah segera memberi bantuan. Peristiwa ini lantas menjadi tolak ukur keberhasilan kinerja pemerintah di era Joko Widodo.

Pemerintahan yang dipimpin oleh Joko Widodo dinggap belum mampu menyejahterakan rakyat. Terutama setelah berita mengenai gizi buruk di Asmat terekspos. Pembangunan pun turut dianggap kurang memperhatikan kebutuhan rakyat.

Selain kasus gizi buruk, Papua juga menjadi tempat kasus kekerasan kepada jurnalis terjadi. Beberapa saat yang lalu, jurnalis dari BBC untuk Indonesia diusir dari Papua setelah mengunggah cuitannya di media sosial Twitter. Mereka dipulangkan ke tempat asalnya setelah diinterogasi petugas.

Para jurnalis ini pada dasarnya memiliki izin untuk meliput kasus gizi buruk di Asmat, Papua. Namun setelah salah satunya mengunggah cuitan di Twitter, para jurnalis langsung dipanggil. Menurut petugas keamanan, cuitan jurnalis ini mencemarkan nama Indonesia dan dapat merusak Indonesia.

Organisasi Wartawan Tanpa Batas (Reporters Sans Frontieres / RSF) mengungkapkan bahwa Indonesia mengalam tren peningkatan kebebasan pers. Indonesia menempati urutan ke 138 pada tahun 2015 dari 180 negara. Kemudian pada tahun 2017, Indonesia menempati urutan ke 124.

Meskipun demikian, jurnalis asing mengalami kesulitan ketika ingin melakukan peliputan di Papua. Sepanjang tahun 2015 hingga awal 2016, hanya ada 15 jurnalis asing yang diizinkan masuk ke Papua menurut AJI. Ini dapat dikatakan bahwa Indonesia belum membebaskan pers secara utuh dan demokrasi, terutama di Papua.

Kehidupan pers di tanah Papua masih sangat dibatasi ruang geraknya. Tidak semua topik dapat diliput dengan leluasa. Sebelum kejadian jurnalis BBC untuk Indonesia dipulangkan, masih ada beberapa kasus yang serupa terjadi. Padahal masyarakat dunia memerlukan informasi yang sesungguhnya mengenai Papua.

Presiden Joko Widodo setelah menghadiri hari peringatan pers pun enggan menjawab ketika disinggung mengenai Papua. Sikap Joko Widodo dapat menuai tanda tanya besar. Namun beliau menegaskan bahwa pemerintah setempat lah yang harus memiliki andil besarmengatasi kejadian luar biasa ini. Mungkin Joko Widodo kurang peduli, atau bisa jadi beliau sedang mempersiapkan pembangunan yang lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun