Selain itu, anak akan memiliki pengalaman untuk melakukan lebih banyak kegiatan. Misalnya adalah orang tua yang mengatur jadwal anaknya dan memutuskan anaknya untuk ikut berbagai ekstrakurikuler dan kegiatan lain yang membantu anak untuk menambah keterampilan mereka. Akan tetapi, semua hal tersebut akan berdampak baik apabila diterapkan dalam proporsi yang tepat. [5]
Disisi lain, helicopter parenting juga dapat memberikan dampak negatif bagi anak. Pertama, anak memiliki kemampuan yang kurang dalam memecahkan masalah. Oleh karena itu, apabila anak sudah tumbuh dewasa mereka akan cenderung tidak memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah dan hal tersebut akan berdampak buruk bagi kehidupan anak.
Selanjutnya, anak akan merasa kurang bebas. Mungkin dari sisi orang tua, apabila selalu bersama anaknya akan merasa hal tersebut merupakan hal yang baik untuk dilakukan, akan tetapi ada kalanya anak ingin melakukan segala sesuatunya sendiri tanpa bantuan orang tua mereka. Anak-anak perlu belajar mandiri untuk memutuskan sesuatu dalam kehidupannya.
Selain itu, anak tidak menyadari bahwa setiap keputusan yang mereka lakukan memiliki konsekuensi. Sehingga dalam melakukan sesuatu mereka tidak memiliki ketakutan akan suatu hukuman ataupun konsekuensi lain yang akan merekaa dapatkan nantinya. Hal ini membuat anak cenderung bersikap seenaknya tanpa berpikir konsekuensi apa yang akan mereka dapatkan. Selanjutnya, anak yang terlalu diawasi dan dilindungi merasa tidak nyaman akan hal tersebut dan akhirnya ketika mereka dewasa akan menjauh dari orang tua mereka dan memberikan jarak karena rasa tidak nyaman karena terlalu diatur, dilindungi, maupun diawasi.Â
Berdasarkan jurnal Terri Lemoyne, yang berjudul DOES "HOVERING" MATTER? HELICOPTER PARENTING AND ITS EFFECT ON WELL-BEING. Sociological Spectrum, membahas tentang helicopter parenting dan korelasinya dengan kehidupan dan kesehatan fisik dan mental para siswa di perguruan tinggi. Hasil dari jurnal ini menganalisis bahwa terdapat korelasi negatif antara helicopter parenting dan kesejahteraan psikologis siswa, dan berkorelasi positif dengan penggunaan obat anti depresan bagi para siswa di perguruan tinggi tersebut. Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 317 siswa yang ada di perguruan tinggi di Amerika Serikat.Â
Untuk mengurangi dampak negatif dari helicopter parenting, orang tua lebih dianjurkan untuk lebih menggunakan metode supportive parenting dibandingkan helicopter parenting. Namun sebelumnya terdapat perbedaan antara helicopter parenting dan supportive parenting. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa helicopter parenting adalah pola asuh yang terlalu melibatkan orang tua pada kehidupan anaknya yaitu seperti over controlling, overprotecting, dan over perfecting.
Apabila Anda terlalu mengawasi anak, terlalu melindungi anak, dan memaksa anak untuk melakukan sesuatu bahkan yang tidak sesuai passion anak Anda maka Anda termasuk helicopter parent.
Apabila Anda ingin anak bahagia dengan tetap memperhatikan dampak yang akan diterimanya dalam jangka panjang, dapat dengan melakukan supportive parenting, yaitu pola asuh yang tetap berfokus kepada anak tapi tidak terlalu mengawasi dan memaksa kehendak. Anak tetap dilatih untuk melakukan pekerjaan sendiri, memutuskan sesuatu sendiri, dan berlatih untuk mandiri, serta tidak membatasi anak untuk mengembangkan passion yang ia miliki. Dalam hal ini, orang tua tetap menjadi sistem pendukung anaknya yang tetap mengawasi anaknya namun dengan proporsi yang tepat dan tidak berlebihan. Sehingga anak tetap merasa nyaman karena memiliki orang yang mendukung mereka, namun anak juga tidak merasa terpaksa untuk melakukan sesuatu. [6]
Oleh: Melanie Permatasari | EIE 2019
Staf Biro Jurnalistik
SNF FEB UI 2019-2020