Pada praktiknya di sekolah, learning environment adalah salah satu faktor yang berpengaruh pada capaian PISA suatu negara. Learning environment adalah suasana lingkungan ketika belajar. Rendahnya capaian PISA Indonesia pada tahun 2018 juga disebabkan karena adanya suasana yang menghambat mereka dalam melakukan pembelajaran sehingga membuat pemahaman siswa juga ikut terhambat. Learning environment yang dapat menghambat pemahaman siswa diantaranya adalah perundungan (bullying) yang terjadi di kalangan siswa Indonesia. Pada PISA 2018, dilaporkan bahwa 41% Â siswa Indonesia menjadi korban tindakan intimidasi dalam bentuk apapun setidaknya beberapa kali dalam sebulan[13]. Angka tersebut berada diatas rata-rata negara OECD. hal tersebut menunjukan bahwa kasus perundungan masih menjadi pengganggu learning environment di Indonesia. Hambatan tersebut, pada akhirnya akan membuat efektifitas pembelajaran di sekolah menjadi rendah. Â Â Â
Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah bisa menekankan kembali pentingnya pendidikan karakter di kalangan siswa Indonesia. Menurut Muhadjir Effendy, Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) merupakan pintu masuk untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh terhadap pendidikan Indonesia[14]. Pendidikan karakter dapat menciptakan learning environment yang mendukung siswa sehingga akan tercapai efektifitas dalam pembelajaran.Â
Selain learning environment, faktor lain pada aspek ini adalah sumber daya yang terlibat dalam pendidikan. Salah satu sumber daya yang berpengaruh adalah kualitas dan kinerja guru. Kurangnya jumlah guru serta pemerataan jumlah serta kualitas guru di Indonesia juga masih belum setara antara sekolah satu dengan sekolah lain membuat sistem pendidikan Indonesia belum efektif. Oleh karena itu, Indonesia perlu meningkatkan kompetensi guru, membuat program yang efektif untuk meningkatkan kualitas, serta membenahi sistem penempatan guru menjadi lebih adil sesuai kebutuhan sekolah.
Ditemukan fakta pada hasil PISA 2018 yang menyatakan bahwa siswa dengan latar belakang sosial ekonomi yang sama memiliki skor membaca 40 poin lebih tinggi ketika diajar oleh guru yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) serta  guru-guru di Indonesia tergolong memiliki antusiasme yang tinggi. Antusiasme para guru Indonesia termasuk empat tertinggi setelah Albania, Kosovo, dan Korea[15]. Adanya fakta tersebut dapat dijadikan suatu evaluasi bagi pemerintah untuk merumuskan suatu kebijakan dalam sistem pendidikan Indonesia. Untuk meningkatkan efektifitas pendidikan, pemerintah bisa memasukan unsur TIK dalam sistem pendidikan Indonesia. Namun, sebelum pemerintah melakukan itu, pemerintah harus terlebih dahulu memberikan arahan dan pelatihan kepada guru agar terampil menggunakan sarana teknologi. Dengan melakukan arahan serta pelatihan kepada guru ditambah dengan antusiasme guru yang tinggi, maka kualitas guru juga akan meningkat. Selain itu, pemerintah juga harus memberikan bantuan tambahan untuk sekolah-sekolah yang kurang beruntung dalam hal ini sekolah yang tidak memiliki fasilitas memadai dalam memfasilitasi siswanya belajar.Â
Kesejahteraan Siswa
Kesejahteraan siswa yang dapat memengaruhi skor PISA Indonesia diantaranya adalah performa di sekolah dan kepuasan hidup, kehidupan sosial siswa di sekolah, serta orang tua dan kehidupan di rumah. Pada tahun 2015, Sekitar 64% siswa perempuan dan 47% siswa laki-laki melaporkan bahwa merasa sangat cemas saat akan ujian meskipun mereka siap menghadapi ujian. Kecemasan terkait pekerjaan sekolah berhubungan negatif dengan kinerja di sekolah dan kepuasan hidup siswa. Siswa yang berprestasi hanya sedikit lebih puas di kehidupan mereka daripada siswa yang berprestasi di tingkat rata-rata. PISA 2018 menunjukan bahwa persentase jumlah siswa Indonesia yang puas atas kehidupannya adalah sebesar 70% yang mana angka tersebut berada diatas rata-rata negara OECD lain[16]. Selain itu, perbedaan persentase jumlah  orang tua siswa Indonesia yang berdiskusi dengan guru mengenai perkembangan anak dengan inisiatif sendiri antara siswa pada sekolah yang diuntungkan dengan yang tidak yakni sebesar 22% yang mana angka tersebut adalah terbesar ke- dua setelah Qatar[17]. Berdasarkan angka tersebut, dapat dikatakan bahwa masih terjadi perbedaan besar partisipasi orang tua antara siswa di sekolah antara  siswa pada sekolah yang diuntungkan dengan yang tidak.Â
Untuk meningkatkan kesejahteraan siswa Indonesia, sekolah bisa meningkatkan motivasi dan membangun kepercayaan diri siswa. Selain itu, siswa juga perlu mendapat dukungan dari orang tua. Tidak kalah penting dengan lainnya, siswa Indonesia harus makan makanan bergizi dan rajin berolahraga agar sehat.Â
Dari penjelasan diatas, kita semua dapat melihat kondisi pendidikan Indonesia yang menyebabkan skor PISA Indonesia masih dibawah rata-rata negara OECD lainnya. Oleh karena itu, untuk meningkatkan skor PISA, Indonesia perlu melakukan terobosan kebijakan yang membuat perubahan sistem pendidikan Indonesia ke arah yang lebih baik dan efektif kedepannya. Selain itu, peran orang tua juga memberi pengaruh pada skor PISA. Oleh karena itu, peran orang tua dalam pendidikan diharapkan dapat lebih aktif dari sebelumnya. Diharapkan dengan upaya tersebut, dapat membuat pendidikan Indonesia lebih baik dan lebih efektif sehingga menghasilkan generasi yang mampu bersaing secara global.
Oleh: Maulida Gadis Utami | EIE 2018
Wakil Kepala Biro Jurnalistik
SNF FEB UI 2019-2020