Selama ini saya mengenal kelereng hanyalah benda yang sangat erat hubungannya dengan anak-anak, sebagai sarana bermain, baik sendirian maupun bersama-sama. Â Namun sejak tahun 2000, benda tersebut yakni kelereng, saya gunakan untuk mengobati diri sendiri, yang kemudian saya sebut sebagai terapi kelereng.Â
Ide ini saya lakukan karena penyakit yang saya derita tidak kunjung sembuh. Sebelumnya saya telah didiagnosa menderita penyakit jantung oleh dokter ahli jantung tahun 1998, dan selama 2 tahun (1998-2000) saya telah berobat secara medis namun tidak ada perubahan.Â
Kemudian secara kebetulan saya menemukan dan membaca sebuah buku tentang pengobatan tradisional dengan pemijatan pada telapak kaki yang berjudul Terapi Zona oleh Eunice D. Ingham. Â Metoda terapi ini sebenarnya berasal dari negara Cina, tetapi oleh Dr. Wim. H. Fitzgerald, sewaktu menjabat sebagai Ketua Departemen Telinga, Hidung, dan Tenggorokan, di Rumah Sakit St. Francis, Hartford, Connecticut USA, dipakai di dunia kedokteran juga.
Pada terapi tersebut terdapat fakta, bahwa pijatan dan pengurutan zona-zona tertentu mempunyai pengaruh yang pasti dalam menormalkan kembali fungsi faal pada semua bagian dari zona yang dirawat, meski bagian tubuh tersebut jauh dari bagian kaki atau telapak kaki yang dipijat atau diurut.
Karena terapi zona ini berasal dari Cina, saya coba sandingkan dengan metode pengobatan akupunktur yang berasal dari negara yang sama. Dan ternyata kedua metode tersebut memiliki persamaan, yakni titik-titik dalam pengobatan akupunktur letaknya sama persis dengan terapi zona di telapak kaki, dalam memulihkan kembali fungsi faal yang normal pada semua bagian dari zona yang dirawat.
Hanya bilamana dalam terapi zona maupun akupunktur memakai ibu jari tangan untuk melakukan pemijatan maupun pengurutan, dalam terapi kelereng, pemakaian ibu jari saya ganti dengan kelereng. Â Dengan penggantian ini dengan sendirinya cara terapinya juga menjadi berbeda.Â
Apabila dalam terapi zona maupun akupunktur, saat dilakukannya terapi yang bergerak dinamis adalah ibu jari, maka dalam terapi kelereng yang bergerak dinamis adalah telapak kaki. Â Sehingga menurut saya, terapi kelereng memberikan hasil yang lebih efektif dan efisien.
Selanjutnya disini perlu saya informasikan pula hahwa disamping telah dinyatakan menderita penyakit jantung, sebenarnya saya juga mengalami beberapa gangguan kesehatan lain yang cukup mengganggu. Â Seperti mengigau saat tidur, apalagi bila terlalu lelah, kadang-kadang bangun mendadak saat tidur, kemudian keluar keringat dingin, rasa nyeri di tumit dan sebagainya.
Setelah satu (1) tahun saya jalani terapi kelereng ini, ternyata berbagai gangguan kesehatan tersebut hilang, kecuali penyakit jantungnya. Karena penyakit jantungnya belum sembuh, maka terapi kelereng tetap saya lakukan sampai sekarang dan bahkan untuk seterusnya. Keyakinan ini didasarkan pada suatu fakta dimana pada akhir tahun 2020 saya mengalami sakit dan konsultasi ke dokter spesialis geriatri.
Oleh dokter ahli tersebut saya harus melakukan pemeriksaan darah ke laboratorium, untuk diketahui ada tidaknya gangguan unsur-unsur yang terkandung dalam darah tersebut. Â Selain itu saya diminta melakukan pemeriksaan rekam jantung dengan Elektrokardiogram (EKG). Â Dan dari pemeriksaan tersebut, hasil keduanya dinyatakan cukup baik oleh dokter spesialis geriatri tersebut, kecuali tekanan darah sistolik yang agak tinggi, tetapi tekanan darah diastolik normal.
Namun yang cukup mengagetkan dan sangat saya syukuri adalah dengan dinyatakannya oleh dokter tersebut bahwa tidak ada gangguan pada jantung saya dengan melihat hasil rekaman EKG. Â Padahal selama hampir dua puluh (20) tahun, secara psikologis saya merasa terganggu terus dengan masih adanya penyakit jantung tersebut, berdasarkan dari hasil EKG pada masa lampau ketika saya konsultasi pada dokter ahli jantung.
Sehingga didasarkan pada data-data dan fakta (klinis dan laboratoris), terapi kelereng yang selama ini telah saya jalani memberikan efek positif dan dapat saya rasakan di usia masuk 79 tahun, saya masih mampu beraktifitas normal, seperti jalan kaki dan bersepeda sampai beberapa kilometer, dan kegiatan lainnya.
Oleh karena itu berdasarkan hasil data klinis dan laboratoris serta kondisi kesehatan saya seperti tersebut di atas, maka efek dari terapi kelereng ini dapat dikatakan bersifat preventif, promotif, kuratif, serta rehabilitatif.
Berdasarkan pengalaman yang telah saya ceritakan tadi, saya akan berbagi mengenai cara melakukan terapi kelereng ini. Â Untuk bahan atau peralatan yang dibutuhkan:
- Kelereng sejumlah minimal 300 biji.
- Wadah untuk menaruh kelereng, dapat berupa baskom plastik atau wadah berukuran lebih besar dari telapak kaki (saya pribadi memakai kotak kayu berukuran 4cm x 40cm x 45cm).
Untuk teknik atau cara pelaksanaan terapi:
- Kelereng ditaruh di dalam wadah.
- Masukkan terlebih dahulu salah satu telapak kaki ke dalam wadah tersebut, lalu telapak kaki digerakkan maju – mundur, ke samping kanan – kiri, serta putar searah jarum jam dan lakukan ke arah sebaliknya, dan dikerjakan selama sepuluh (10) menit.  Setelah itu, ganti dengan memasukan telapak kaki satunya, kemudian digerakan dengan cara yang sama dan waktu yang sama pula.
- Injakan telapak kaki pada kelereng tidak boleh terlalu keras atau ringan. Â Sesuaikan dengan toleransi rasa sakit saja. Sebab jika terlalu ringan efeknya akan kurang, namun terlalu keras dapat merusak jaringan di telapak kaki (luka, peradangan, dan sebagainya).
Beberapa catatan:
- Terapi kelereng merupakan terapi yang lebih efektif dan efisien. Â Karena dengan sekali terapi, zona-zona tertentu punya pengaruh yang pasti dalam memulihkan fungsi faal yang normal dengan waktu lebih cepat dan murah. Â Sedangkan bila terapi (pijat dan urut) dengan ibu jari butuh waktu lebih lama dan melelahkan (bila dilakukan sendiri) atau harus mengeluarkan biaya bila minta tolong orang lain.
- Sesudah terapi kadang-kadang perut tidak enak, namun beberapa saat sudah hilang.
- Sesudah terapi perlu peregangan kedua tungkai untuk mencegah atau mengurangi rasa pegal-pegal yang mungkin terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H