[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi jembatan penyeberangan (KOMPAS.com/Indra Akuntono)"][/caption] Sebenarnya sudah lama saya ingin menuliskan hal ini. Rasanya prihatin ketika melihat proyek pembangunan infrastruktur di Indonesia khususnya Jakarta yang tidak ramah dengan mereka yang berkebutuhan khusus. Saya sedang tidak menyoroti persentasi angka orang berkebutuhan khusus atau perlakuan lingkungan yang kadang-kadang tidak ramah dengan mereka. Saya hanya sedang prihatin. Pernahkah pembaca sekalian mendengar bahwa orang Indonesia terkenal malas menyeberang di Jembatan penyeberangan orang (JPO)? Atau bagi mereka yang memang taat akan menggunakan JPO, menyeberang di jalan raya selain dapat membahayakan diri juga menimbulkan kemacetan. Saya sedang tidak menghakimi mereka yang memang tidak patuh menyeberang di JPO. Selanjutnya, pemerintah Jakarta sudah dengan cerdiknya meninggikan pembatas jalan bahkan dengan pagar-pagar menyerupai rumah-rumah di komplek mewah. Hal ini tentu saja untuk memaksa pejalan kaki menggunakan JPO untuk menyeberang. JPO di Jakarta pada umumnya terintegrasi dengan shelter busway yang terkenal meliuk-liuk, mungkin sekitar 50 meter termasuk dengan anak-anak tangga untuk naik-turunnya. Sejujurnya, orang sehat saja dengan kaki sempurna mengalami kewalahan untuk menggunakan penyeberangan ini. Sayangnya memberikan saran arsitektur yang baik mengenai pembangunan JPO bukan keahlian saya. Sepenglihatan saya, hanya sedikit di antara mereka yang berkebutuhan khusus yang melakukan kegiatan di luar ruangan di antaranya dengan kursi roda. Karena secara umum, sangat tidak aman dan memungkinkan bagi mereka untuk melakukan aktivitas sendiri tampa pendamping. Lalu, rata-rata kita kadang-kadang bertemu dengan orang-orang berkebutuhan khusus yang menggunakan tongkat untuk berdiri. Bayangkan saja, dengan tongkat bagaimana jika mereka ingin menyeberang di JPO yang tingginya setara lantai 2 gedung itu. Bahkan tidak ada tempat bagi mereka dengan kursi roda menggunakan JPO. Pemerintah kita ternyata begitu tidak sensitif, tempat menyeberang saja tidak disediakan, apalagi yang lainnya. Orang berkebutuhan khusus juga kan warga negara dan bukan warga negara kelas II. Bersyukurnya saya, hari ini masih dapat berjalan menikmati infrastruktur itu. Bagaimana dengan teman-teman saya yang berkebutuhan khusus itu? Ada beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah kita, di antaranya: 1. Perbanyak Penyeberangan Dengan Tombol Sebenarnya di beberapa tempat sudah ada tempat penyeberangan yang otomatis dengan menekan tombol. Tetapi kenyataannya sudah banyak yang tidak berfungsi, dan mirisnya para pengendara mobil maupun motor tidak mau mengalah dengan pejalan kaki apalagi dengan mereka orang berkebutuhan khusus. 2. Perbaiki Pedesterian Di Jalan Utama Tidak dipungkiri, kualitas pedestrian alias trotoar di berbagai jalan utama di Jakarta kualitas sangat buruk. Selain tidak luas, pejalan kaki harus berebutan dengan PKL dan sesekali pengguna motor yang menggunakan trotoar untuk kepentingan dirinya. Kalau trotoar saja tidak nyaman bagi mereka yang tidak berkebutuhan khusus untuk berjalan kaki. Bagaimana ceritanya itu nyaman untuk mereka dengan kursi roda. Saya tidak membandingkan kualitas infrastruktur di luar negeri bagi orang berkebutuhan khusus yang katanya lebih baik. Saya hanya ingin melihat, bahwa negara ini juga memperhatikan mereka dengan kebutuhan khusus. Benar-benar mengapresiasi sebagai warga negara tanpa kelas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H