Mohon tunggu...
Sari Novita
Sari Novita Mohon Tunggu... profesional -

"Petiklah Hari dan Jadilah Terang"-\r\n\r\nBlog: www.sarinovitamenulis.wordpress.com dan \r\n www.kapeta.org\r\n\r\n Follow Twitter: @Chalinop & @YayasanKapeta\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menggapai Surga yang Hilang

5 Maret 2014   04:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:14 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13939445311987319515

Ayah terlentang di  tempat tidurnya. Menatap ke atas ruang kamar. Berbicara dengan satu lampu yang berada tepat di atas kepalanya, “Hi, lampu, di mana kau sembunyikan  surga milikku?”

~*~

Langit Bandung bernyanyi memeriahkan suasana. Tak ubahnya, atmosfir di Gedung pertunjukan ini, semua orang yang hadir memunculkan senyum kebahagiaan masing-masing. Gadis berusia 8 tahun itu menundukkan kepalanya – mengakhiri penampilannya – mengucapkan terima kasih kepada semua penonton. Dia membalikkan tubuh mungilnya. Dia berlari kecil – kepang duanya bergoyang ikuti gerak tubuhnya menuju balik panggung. Ayah segera mengendong gadis kecilnya itu. Di sambut pula pelatih, keluarga dan teman-teman gadis itu. Mereka memberikan kecupan merah muda ke wajah gadis itu.

Hari itu, anak gadis itu terlihat bahagia. Betapa tidak, dia telah berhasil memukau perhatian penonton dan semua orang yang hadir di sana oleh penampilan cemerlangnya. Ups, kalian sudah lihat penampilannya? Begini kisahnya…

Tuts-tuts piano telah wangi dan siap berjalan-jalan. Sepuluh jari mulai menyentuh piano Grand berwarna putih. Mereka saling memesona dan akhirnya, jatuh cinta kilat. Tangga-tangga nada menyentak. Satu per satu not pergi melayang. Jari-jari mungil itu mengajak mereka berdansa. Sebelumnya, tak lupa dia meniupkan nafas belianya. Seluruh ruang terhipnotis.

Penonton tertegun. Sinar lampu menjulang-julang. Ketukan intonansi bergelombang gerilya.  Gadis itu setengah berdiri. Bak kesurupan, dia mainkan bahasa tubuh ikuti dentingan irama. Malam itu adalah miliknya. Dia ganyang semuanya tak tertahankan. Penonton berdiri. Bertepuk tangan meriah. Seorang pria bermata sipit menyuarakan namanya. Piala diserahkan ke gadis itu. Jadilah dia sang pemenang . Untuk penampilan paling memesona sepanjang masa.

~*~

Minuk sangat mencintai seni. Segala sesuatu mengenai seni adalah keelokan. Keindahan yang tak bisa diganti oleh apa pun. Entah itu bermusik atau menari. Dan  Minuk tak segan-segan memukau mereka tuk menikmati Minuk seutuhnya. Minuk dan segala gerak tarian dan musiknya. Orang-orang bilang, jika Minuk sudah berada di atas panggung, Minuk menjadi “gila” dan para penontonnya pun jadi terbawa “gila” menyaksikan Minuk.

Di masa remaja, Minuk melimpahkan jiwanya hanya buat seni, seni dan seni. Latihan demi latihan membuat Minuk berjalan lebih cepat daripada para penari lainnya. Minuk sedikit pun tak mau kalah selangkah dari mereka. Dari tari tradisional sampai tari modern. Dari pelatih satu ke pelatih terkenal lainnya. Dari kota ke kota. Dari negeri satu ke negeri lainnya di belahan bumi ini. Siapa tak mengenal diri Minuk, seorang penari muda sekaligus pianis dengan berbagai talenta dan kemenangan-kemenangan yang tak terhitung lagi. Nama Minuk membumbung tinggi tanpa Minuk sadari. Ya, Minuk tak pernah mengira Minuk akan menjadi seorang penari ternama bertaraf internasional di usia muda. Minuk kenyam semua itu di saat Minuk masih berusia 17 tahun.

Sepuluh tahun Minuk melintang di dunia ini. Berada di atas puncak di usia remaja, itu seperti hidup dalam mimpi. Hampir semua orang di belahan dunia ini mengenal Minuk. Hidup bagai tanpa cacat. Sangat sempurna! Apa yang Minuk inginkan, Minuk bisa dapat. Apalagi, dengan uang semuanya begitu terasa mudah dan menjanjikan. Yang terpenting: Minuk senang. Itu saja. Tanpa sengaja, tanpa adegan yang diatur Minuk bertemu “Ungu” – dikenalkan seorang kawan, penari juga. Ia sungguh memikat Minuk. Setiap pertemuan-pertemuan dengannya membuat Minuk tak sadarkan diri. Minuk pun jatuh cinta pada ungu dan juga kawannya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun