Mohon tunggu...
Sari Novita
Sari Novita Mohon Tunggu... profesional -

"Petiklah Hari dan Jadilah Terang"-\r\n\r\nBlog: www.sarinovitamenulis.wordpress.com dan \r\n www.kapeta.org\r\n\r\n Follow Twitter: @Chalinop & @YayasanKapeta\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mawar Merah Berduri..

2 Oktober 2010   13:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:46 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mawar merah berduri

“Uhh, perih sekali durinya.”

Ya namanya juga Mawar berduri, ya berduri lah jika tidak hati-hati..

Nih, aku beri saja gambar Mawar Merah Berduri , berharap kau tidak terluka karenanya.

Pura-pura

“Tidakah kau lihat lelaki itu berdandan rapi, rambutnya klimis dan tubuhnya disemprot penuh minyak wangi?”

Lelaki itu keluar dari kamar kost-nya, berjalan menuju jalan besar di kota itu. Menjajaki para seniman yang sedang beraksi memamerkan karyanya. Dia berjalan terus diringi oleh lampu-lampu kota yang sedang mengawasi gerak-gerik lelaki itu, tapi dia tidak sadar akan hal itu. Dia terus melangkah menuju ke arah penjajah kaki lima. Dia membeli sebungkus rokok dan melirik warung kopi-mie rebus di sebelahnya. Dia memesan secangkir kopi panas pahit dan mie rebus telur. Dia mulai membakar sebatang rokok dan menyeruput kopi pahitnya. Kemudian ia habiskan sepiring mie rebus itu.

Lelaki itu kembali berjalan menapaki kota itu. Malam minggu di kota penuh seniman nyentrik dan juga perempuan-perempuan penjajah seks. Lelaki itu memperhatikan wajah-wajah perempuan itu yang berdiri menganyang tepi jalanan kota itu. Wajah penuh dengan riasan. Riasan yang mungkin ampuh menarik perhatian para lelaki hidung belang. Dia memandang lagi segerombolan muda-mudi yang sedang bercengkreama melewati masa muda mereka penuh dengan tawa.

Lelaki itu menarik nafasnya panjang. Diapun kembali pulang ke kamar kost. Dia melepas kembali baju yang baru dikenakannya dan dia bersihkan tubuhnya agar kembali menyegarkan kepalanya. Dia memandang ke cermin dan tersenyum lebar. Aksinya menyenangkan hatinya telah selesai.

“Hai Cermin, aku sudah pura-pura untuk menikmati malam minggu ini dengan hati yang damai. Akankah kau retak juga mengikuti jejak Mawar Merahku yang berduri itu?”

“Mawar merah berduri yang melukai tanganku. Berharap kacamu tidak retak mentertawai diriku karena aku pura-pura bahagia di setiap malam mingguku.”

"Tidak, aku tidak akan retak, cuma aku hanya ingin bergoyang mendengarkan lagu "Sekuntum Mawar Merah", sahut Cermin yang tertawa menanagapi ucapan serius dari mulut lelaki itu.

@ Ditulis akibat terinspirasi dari komentar seseorang di lapaknya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun