“sudah mas…jangan lagi kayak gini ya….”, Sarah menekan memarku kembali, namun aku merasakan jelas tetesan air jatuh dilenganku, sesak tiba-tiba merambah dadaku. Berselimut gelap, air mata membuktikan dalamnya cinta Sarah padaku.
“maafkan aku dik” bisikku pelan…
“iya mas”
Aku mencoba tersenyum meski yang terjadi detik ini dapat mendorong air mataku untuk jatuh tanpa dapat ditahan lagi. Kebodohan terus saja merayapi pikiranku, merasa kurang bersyukur atas hadirnya Sarah dalam hidupku.
“mas tidur aja…biar cepat sembuh pegal-pegalnya”
“kamu ga tidur juga dik?” tanyaku.
“maaf mas, saya masih harus shalat untuk menenangkan hati lebih jauh lagi”
Deg…!!
Ucapan sarah menyengatku kembali, kecemburuan yang begitu menyesakkannya dapat diredam Sarah hanya dengan Shalat, bercerita pada yang Maha Bijak bersimpuh agar dielus dengan lembut oleh Tuhan
Aku terdiam mendengar jawaban Sarah yang seperti itu, “dik…masih marah sama mas?” tanyaku.
“maaf mas, Sarah tidak mampu marah atau cemburu sama mas, karena cinta Sarah pada mas tidak sekedar kata-kata luapan kemarahan Sarah pada mas saat Sarah cemburu”
“ooh Tuhan”, aku langsung memeluk Sarah dengan erat, seakan tidak akan melepaskannya lagi, aku ingin seperti ini saja sepertinya. Mendekapnya penuh syukur pada yang Kuasa, mendekap kecantikannya lahir batin.
Sarah menempelkan wajahnya didadaku “mas jahat…”, bisiknya pelan.
“maafkan aku dik”, aku mengecup keningnya, Sarah memukul pelan dadaku dengan kepalan tangannya yang jemarinya selembut kulit bidadari.
Sarah melingkarkan tangannya erat padaku, suara isakan tangisnya begitu jelas dikeremangan ini, haru yang tak tertahan memenuhi ruangan ini, semakin lama isaknya menjadi sedangkan aku diam saja tak berani bertanya.
“mas…?”
“apa dik?”
“mas jangan pernah jadi kenanganku ya” ujarnya, pelukan Sarah makin erat meski aku sudah melonggarkan dekapanku.
Aku terhakimi, terhakimi atas sebuah cinta yang dahsat dari seorang wanita bernama Sarah, sebuah perasaan bersalah yang bercampur ruah dengan perasaan bahagia, menjadikanku tak yakin bisa dapat membuat Sarah lebih bahagia lagi.
“maaf dik, jika adik tidak bahagia bersama mas”
“tidak mas, mencuri lihat mata mas dikala pagi sudah cukup banyak memberi kebahagiaan bagi Sarah setiap harinya”, aku tersenyum, tidak menyangka Sarah akan semanis ini.
“mas akan berusaha lebih membahagiakan kamu humairahku” sambutku atas perkataan cinta Sarah yang begitu manis.
Aku membelai rambut Sarah pelan, Sarah masih mendekapku dan makin melekatkan wajahnya didadaku namun isak tangisnya mulai menghilang.
Sarah bagai sebuah mawar tanpa duri yang tumbuh dibumi, sedangkan aku mungin hanya selembar mendung yang mencintai mawar itu dengan hujanmeski terkadang menutup sang mentari.
“mas , aku hanya takut kehilangan mas…”
“aku juga sayang…”
“mas….”, Sapa Sarah pelan.
“Iya dik?”
“maaf sebelumnya jika lancang ya mas tersayang…”
Aku terdiam hanya mengangguk pelan sambil terus membelai kepalanya
“kalau mas mencintaiku, mas harus juga bersiap kehilanganku, karena jika mas takut kehilangan aku, mas akan bersiap membahagiakan aku…”
Aku mengecup keningnya sambil berbisik, “aku sudah lama bersiap membahagiakanmu sayang namun mas tidak pernah siap jika harus kehilanganmu Sarah istriku…”
Sarah mengecup bibirku tiba-tiba
“aku sayang kamu dik…”
Aku menatap mata sarah yang berbinar ditengah keremangan, Sarah tersenyum lalu bertanya “sesayang apa mas?”
“Sesayang hutan pada hujan…..”, jawabku….
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H