Mohon tunggu...
Sapto Anggoro
Sapto Anggoro Mohon Tunggu... Lainnya - Pedagang

Semesta

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Belajar Menjadi Pintar

23 Agustus 2024   14:05 Diperbarui: 7 September 2024   11:08 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : poster Bagus Suratya

Pintar. Kata ini memberikan inspirasi yang bisa menjadikan hidup kita semakin berkualitas. Pintar bukan saja menjadi orang yang bisa memberikan  jawaban atas suatu permasalahan. Ajaran hidup yang mendalam dari orang tua kita terkait pintar dalam hidup ini adalah orang yang mampu menemukan kesalahan dirinya sendiri. Orang pintar menemukan kesalahannya sendiri dan berusaha memperbaikinya. Kita mengakui diri kita bisa melakukan kesalahan karena ketidaktahuan kita maupun kita tahu tapi karena suatu keinginan, kita tetap melakukan kesalahan. Sikap dan tindakan salah kita ini sadar atau tidak sadar merugikan dan merusak diri kita sendiri. Kesalahan membuat kita tersesat, salah jalan. Orang pintar sadar akan kesalahannya sendiri dan kembali menemukan jalan yang benar.

Sering kita mengalami kesadaran setelah dampak kesalahan, baru kita rasakan. Kita berpikir hidup berjalan seperti yang bisa kita bayangkan. Hidup ini tidak selalu berjalan seperti yang bisa kita bayangkan. Kita hidup tidaklah sendirian. Alam semesta dan sesama kita merupakan bagian dari hidup kita. Masing-masing berperan dalam menjalankan ketetapan Allah, Sang Pencipta. Peran yang berbeda ini bisa hidup bersama dengan saling melengkapi, selaras satu dengan lainnya. Allah menuntun semua mahluk ciptaanNya untuk hidup bahagia. Kasih menjadi dasar hidup setiap mahluk ciptaaNya dalam menjalankan perannya masing-masing. Kasih itu menghidupi, memberikan daya untuk hidup, berkembang dan berbuah kebaikan.

Kita hidup tidak sekedar berjalan hanya sesuai kemauan diri kita sendiri saja. Kita  memperhatikan jalan yang kita lewati benar atau salah. Kita hendaknya memakai kepekaan rasa kita untuk memperhatikan baik dari dalam diri kita sendiri maupun di luar diri kita. Bisa saja terjadi, kita baru sadar saat terjadi dampak yang sungguh merugikan hidup kita. Kita baru menyesal. Namun tetaplah berpengharapan, tidak ada kata terlambat untuk bisa memperbaiki kesalahan kita. Kita senantiasa diberikan kesempatan memperbaiki diri kita. Tuhan senantiasa memberikan waktuNya untuk kita kembali kepadaNya, dengan hidup penuh syukur.

Permasalahan hidup kita bisa dijadikan pelajaran hidup yang sangat berharga. Kita bisa mengurai permasalahan hidup kita sehingga kita bisa menemukan kesalahan diri kita sendiri. Kita bisa menemukan hal baru dari permasalahan hidup kita. Kita memiliki semangat baru lagi untuk hidup di jalan yang benar.

Kita memandang suatu kesalahan seolah-olah kita berjalan ke suatu tujuan namun melewati jalan yang salah, kita menjadi tersesat. Kita mudah mengabaikan tuntunan hidup kita. Kita berjalan tanpa memperhatikan rasa yang memberikan peringatan arah jalan kita.  Ketidaktahuan kita bisa menjadikan kita salah jalan. Seperti anak di masa kecilnya mengalami keindahan dunianya sendiri di masa bermainnya. Saat hujan turun, anak menjadikan hujan sebagai tempatnya bermain, tidak takut basah justru merasa gembira. Bisa jadi setelah bermain di saat hujan anak kedinginan dan sakit. Anak tidak sadar akibat bermain di saat hujan bisa merugikan dirinya, menyebabkan badannya sakit. Kita mengalami proses hidup kita tidak luput dari kesalahan yang dapat kita lakukan. Kita senantiasa belajar menambah pengetahuan hidup kita semakin mengenali jalan benar yang kita lewati.

Allah sumber hidup dan tujuan hidup kita. Kita diciptakan menjadi manusia yang hidup di dunia ini. Manusia hidup di dunia yang bersifat sementara dan sangat dinamis, sangat mudah berubah tanpa kita duga. Kita sebagai manusia tak terhindar mengalami kesalahan. Kesalahan menunjukkan kepada kita adanya keterbatasan kemanusiaan kita yang rapuh dan lemah ini. Kita bisa terjebak oleh keinginan kita sendiri yang melebihi batas-batas takaran diri kita sendiri.  Kita belajar dari kesalahan kita, melewati kesalahan menuju jalan yang benar. Kita mengenali yang benar dari suatu yang salah. Menyadari kerapuhan dan kelemahan kita ini kita diarahkan hidup dalam kesadaran.

Dalam kemanusiaan kita, kita menyelaraskan diri kita antara persoalan rohani dan persoalan jasmani. Kita membiasakan diri kita mendengarkan suara hati yang murni dan memiliki daya membangun kesadaran hidup kita. Setahap demi setahap kesadaran hidup ini memperbarui hidup kita. 

Kita ditempa dari hidup lama yang diliputi sifat-sifat negatif dan sampah-sampah rohani kita. Kita menguji diri kita sendiri menyadari kesalahan diri kita. Kita diperbarui. Kita berjalan dari kesalahan menuju kebenaran, hidup sesuai jalanNya. Kita melihat dan mengendalikan sifat-sifat negatif yang selama ini mencengkeram diri kita. Kita berdamai dengan diri kita sendiri, menerima diri kita apa adanya. Kita juga bisa hidup damai dengan sesama ciptaan yang lain senantiasa dalam naungan Kasih Allah sumber dan tujuan hidup kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun