Pagi itu seperti biasanya saya menunggusi kecil Rio (4 tahun) yang tengah sekolah di salah satu Preschool di kawasan Jakarta Selatan. Kantin menjadi tempat favorit saya untuk duduk menunggu. Kebetulan di tempat itu juga biasanya saya bertemu dengan ibu-ibu muda lainnya yang sama-sama menunggu anaknya keluar kelas. Setelah memesan satu mangkok bakso, saya dan Moms lainnya berbagi cerita tentang tingkah laku si kecil di rumah. Mulai dari kelucuan mereka, tingkah menggemaskan, hingga kenakalan dan sulit diaturnya mereka. Salah satu Moms sempat “curhat” pada saya “Anakku si kecil Jeremy kalau dikasih tau atau diajarin disiplin ga pernah mau dengar. Saya bingung cara ngaturnya apa perlu saya pukul dulu baru dia mengerti dan nurut?” sontak saya jawab “Apa perlu buk pakai kekerasan?” Karena setiap kali saya mendengar kata “memukul anak” hati ini rasanya gak tega, apapun alasannya.
Saya pernah membaca salah satu artikel di majalah ibu dan anak, artikel tersebut mengatakan bahwa mengajarkan disiplin pada anak dengan hukuman fisik memang membuat anak nurut terhadap perintah orang tua tetapi hanya sementara. Untuk jangka panjang hukuman fisik bisa mendorong anak bersikap kasar dan agresif. Bahkan anak bisa menjadi sosok yang antisosial, dan lebih parah lagi hukuman fisik yang diberikan terus-menerus bisa mengakibatkan depresi dan gangguan jiwa. Artikel tersebut juga dibarengi dengan bukti-bukti dan contoh kasus yang dialami oleh anak-anak dari beberapa negara. Dengan rentetan cerita tersebut saya kembali berpikir “Apa perlu hukuman fisik dilakukan untuk mengajarkan disiplin pada anak?.”
Sejenak saya melakukan browsing di smartphone untuk mencari tips-tips mengajarkan disiplin pada anak tanpa kekerasan. Siapa tahu informasi ini bisa saya bagikan nantinya pada Moms Jeremy. Salah satu yang menarik perhatian saya adalah metode time-out atau menyetrap.Alternatif ini lebih baik dari pada memukul jika dilakukannya tepat dan tidak terlalu sering. Moms bisa menyuruh si kecil dengan tegas untuk diam di kamar atau duduk di pojok ruangan selama jangka waktu tertentu. Dalam diamnya ini Moms bisa menjelaskan kesalahan-kesalahan apa yang anak Moms lakukan dan bagaimana seharusnya mereka bersikap. Moms bisa menggunakan timer untuk mengukur waktu, jika timer sudah berbunyi baru mereka boleh meninggalkan tempat dimana mereka disetrap. Untuk anak usia prasekolah cukup disetrap 5-15 menit saja agar mereka jera.
Jika si kecil tidak mau duduk diam ketika disetrap, Moms bisa menguncinya di kamar. Tidak perlu menyingkirkan mainan mereka. Tujuan menyetrap sendiri untuk membatasi perilaku buruknya bukan benar-benar menghukum. Walaupun di kamar mereka banyak mainan, tetapi si kecil dapat memahami bahwa ia harus menghentikan perilaku buruknya yang tidak disiplin.
Informasi lainnya perihal mengajarkan disiplin pada anak tanpa kekerasan yang saya dapat ketika browsing adalah pemberitahuan bahwa akan ada live chat di www.fabmoms.co.id bersama Psikolog Anak terkenal Vera Itabiliana hadiwidjojo, Psi pada 28 Januari 2015 Pukul 14.00 – 15.30 WIB. Di live chat ini nantinya saya juga Moms Jeremy bisa “curhat” dan bertanya langsung pada ahlinya bagaimana cara menerapkan disiplin pada anak tanpa kekerasan. Mbak Vera Itabiliana akan menjawab berbagai keresahan Moms perihal mengajarkan disiplin pada anak, bagaimana agar anak nurut tanpa harus dipukul, dijewer, atau dicubit. Solusinya pun beragam dan dapat dipraktekan langsung oleh Moms. Saya menunggu-nunggu live chat ini semoga Moms pembaca juga bisa berpartisipasi demi tumbuh kembang si buah hati tercinta!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H