Mohon tunggu...
Smartfm Banjarmasin
Smartfm Banjarmasin Mohon Tunggu... Jurnalis - A Part Of Magentic Network, Kompas Gramedia
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

101.1 FM -The Spirit of Indonesia Check these out : Facebook : Smartfm Banjarmasin Twitter : @SmartFM_Bjm Instagram : Smartfm Banjarmasin Youtube : Smartfm Banjarmasin

Selanjutnya

Tutup

Money

Favorit Masyarakat, Ikan Haruan Picu Inflasi di Kalsel

17 Januari 2020   16:09 Diperbarui: 17 Januari 2020   16:13 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dadi Esa Cipta, Ekonom Ahli dari Tim Pengembangan Ekonomi Kpw. BI Kalsel didampingi Rahmat Dwisaputra, Kepala Grup Advisory dan Pengembangan Ekonomi | Dokpri

Kehidupan masyarakat Kalimantan Selatan atau urang Banjar memang tak lepas dari konsumsi ikan gabus atau yang lebih akrab disebut ikan haruan. Rasa daging ikannya yang khas membuat ikan jenis ini banyak dicari, baik sebagai lauk maupun olahan lainnya, seperti abon dan kerupuk.

Padahal, sebagai ikan air tawar yang habitatnya di rawa-rawa, tak mudah untuk mencarinya di musim kemarau. Hal ini yang akhirnya membuat harga jual ikan gabus cenderung tinggi dan menyumbang inflasi di Kalimantan Selatan.

Kondisi itu juga diakui oleh Dadi Esa Cipta, Ekonom Ahli dari Tim Pengembangan Ekonomi Kantor Perwakilan BI Kalimantan Selatan, bahwa komoditas tersebut cenderung memiliki lonjakan harga jual yang tinggi jika dibandingkan dengan ikan air tawar jenis lainnya. "Hampir setiap masakan ada ikan gabus, ini yang menyebabkan ikan gabus bisa pengaruhi laju inflasi," ujarnya ketika ditemui dalam Temu Insan Media di salah satu hotel di Kabupaten Banjar, beberapa waktu lalu.

Dadi menyebut, tingginya tingkat konsumsi masyarakat tidak berbanding lurus dengan persediaan di pasaran. Hal ini akhirnya menyebabkan adanya lonjakan harga yang cukup signifikan, bahkan sempat menyentuh angka Rp 120.000 per kilogram dalam beberapa bulan terakhir. Mengingat, ikan gabus yang termasuk jenis predator yang hidup di danau, sungai maupun rawa-rawa dan tergolong liar. Sehingga proses pembudidayaannya juga cukup sulit, tak seperti ikan air tawar lainnya.

Tak ayal, pada saat musim kemarau berkepanjangan seperti yang terjadi tahun lalu, harganya dapat melambung karena habitatnya mengering. Sedangkan permintaan tetap tinggi dan terus meningkat, sehingga berpengaruh pada harga jual yang tinggi. 

Untuk itu, menurut Dadi, pihaknya juga sedang mencoba untuk mengembangkan inovasi teknologi budidaya, agar stok ikan gabus tetap tersedia di segala musim. Upaya ini dilakukan untuk dapat menahan laju inflasi dari komoditas tersebut yang berada di urutan kedua teratas setelah cabai merah, sebagai komoditas pendorong inflasi di provinsi ini. 

"Saat ini sudah ada beberapa daerah di Kalsel yang sedang kita coba inovasi teknologi tersebut," tuturnya. Meskipun diakuinya tidak secara masif, namun dari upaya tersebut juga diharapkan akan membuat produksi ikan gabus tak lagi tergantung musim. (eva)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun