Setelah bersandar di Pelabuhan Trisakti Banjarmasin sejak Rabu, (06/02) lalu, KRI Fatahillah bernomor lambung 361 pada Jumat, (08/02) siang resmi bertolak menuju perairan Laut Sulawesi untuk menjalankan tugas penjagaan di perbatasan Indonesia-Filipina. Selama 3 hari bersandar, kapal perang kebanggaan TNI Angkatan Laut berjenis Perusak Kawal Berpeluru Kendali itu memberikan kesempatan bagi masyarakat Kota Banjarmasin dan sekitarnya, untuk berkeliling kapal dalam kegiatan Open Ship.
Terutama logistik berupa air tawar dan bahan makanan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sehari - hari personel selama bertugas. "Kita tidak langsung dari sini menuju Filipina, juga melakukan patroli di kawasan tersebut," tambahnya lagi.
Ia menambahkan, kendati belum pernah digunakan untuk terjun langsung dalam perang, KRI Fatahillah pernah bertugas untuk membantu situasi konflik Timor Timur (sekarang Timor Leste,red) guna membantu penguatan dan penjagaan wilayah kedaulatan perairan Indonesia.Â
Selain itu juga seringkali diikutsertakan dalam latihan perang bersama matra lainnya di regional NKRI, maupun latihan bertaraf bersama militer negara lain.Â
Terlebih KRI dengan panjang sekitar 84 meter dan dibuat tahun 1979 lalu itu juga memiliki meriam berdiameter 120 mm itu mampu menghancurkan rumah, sehingga menjadi andalan untuk menjaga kedaulatan laut NKRI dan tugas kemanusiaan lainnya.
Masuknya KRI Fatahillah ke wilayah perairan Banjarmasin itu juga diakui Sandy merupakan rekor baru, mengingat selama ini alur Sungai Barito masih sulit dimasuki kapal - kapal besar karena terkendala dalamnya endapan lumpur.Â
Namun pasca adanya pengerukan lumpur yang dimulai tahun lalu, banyak kapal-kapal besar yang akhirnya mampu masuk dan bersandar di Pelabuhan Trisakti Banjarmasin.
Berhasilnya pengerukan yang dilakukan di alur Sungai Barito oleh otoritas terkait seperti PT. Pelindo 3 Cabang Banjarmasin dan PT. Ambang Nusa Persada (Ambapers), diakui Danlanal Banjarmasin, Kolonel Laut (P) Wijayanto, membuka jalan bagi masuknya kapal-kapal berdraft 6 meter dan di atasnya ke wilayah ini.Â
Dalamnya lumpur selama ini memang menjadi keluhan dan tentunya berdampak pada sulitnya mobilitas kapal-kapal besar yang ingin bersandar.Â
Kedatangan KRI Fatahillah juga diakuinya merupakan kebanggaan besar, apalagi ditambah dengan tingginya antusiasme masyarakat untuk melihat dan berkunjung ke dalam kapal. "Sangat luar biasa bangga sekali, karena masyarakat antusias dengan KRI Fatahillah yang berkunjung ke wilayah kita," pungkasnya. Ev