Mohon tunggu...
Wara Iswandari
Wara Iswandari Mohon Tunggu... Guru - Love God, Love Myself, Love Others

Seseorang yang suka membaca, pengalaman baru dan traveling

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Tresno Jalaran Seko Kulina

24 September 2012   01:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:50 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13484511711994053703

Sekarang ini, bahasa Indonesia berada dalam posisi terjepit dengan bahasa asing  yang terserap di masyarakat. Mungkin pula suatu saat nanti terjepit dan mati, sehingga anak cucu harus berburu bahasa Indonesia ke Negara lain. Bukan suatu hal aneh jika itu terjadi karena kenyataan sekarang bahasa Indonesia justru diminati dan dipelajari bangsa lain dibandingkan generasi muda Indonesia. Rendahnya penghargaan dan minat generasi muda terhadap bahasa Indonesia telah dikemukkan beberapa pihak diantaranya anggapan bahwa bahasa Indonesia kolot, masuknya arus globalisasi yang mengharuskan orang menguasai bahasa asing dsb. Sebab - sebab tersebut bukanlah akar sebenarnya dari masalah tersebut. Akar masalah sebenarnya adalah kurangnya cinta terhadap bahasa Indonesia. Jalan keluar dari masalah ini yakni menumbuhkan cinta terhadap bahsa Indonesia. Pepatah Jawa mengatakan tresno jalaran seko kulina yang jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia , cinta karena terbiasa. Maka dari itu menumbuhkan cinta terhadap bahasa Indonesia dapat dilakukan melalui pembiasaan. Pembiasaan merupakan pengulangan akan sesuatu hal . Pengulangan secara terus menerus membuat seseorang menghayati apa yang dibiasakan. Pembiasaan didasarkan pada teori yang disampaikan pada akhir abad 17 oleh seorang filsuf Inggris bernama John Locke (1632-1704) yang mengemukakan bahwa faktor pengalaman dan pendidikan merupakan faktor yang paling menentukan dalam perkembangan kepribadian anak, anak digambarkan secarik kertas yang masih bersih. Jadi coretan yang meninggalkan jejak kertas itu, menentukan bagaimana kertas itu jadinya. John Locke memperkenalkan teori "Tabula rasa" yang mengungkapkan pentingnya pengaruh pengalaman dan lingkungan hidup terhadap perkembangan anak. Seorang filsuf lain bernama "Jean Jacques Rousseau" (1712 - 1778 ) mengemukakan pandangan terhadap perkembangan anak yang berbeda dengan John locke. JJ Rosseau berpendapat, bahwa seorang anak ketika dilahirkan sudah mempunyai dasar-dasar kepribadian / moral yang baik. Anak mempunyai potensi dalam dirinya yang dibawanya sejak lahir. Setiap anak/pribadi yang lahir di Indonesia dengan sendirinya menguasai bahasa ibu yakni bahasa suku masinng - masing tetapi alangkah baiknya selain bahasa suku , bahasa Indonesia juga dibiasakan sejak kecil bersandingan dengan bahasa ibu. Pembiasaaan bukan hanya di tingkat keluarga , akan tetapi terus menyeluruh di sekolah dan masyarakat. Sekolah merupakan tempat pembiasaan kedua setelah keluarga. Tentu saja pembiasaan di sekolah sudah terprogram melalui struktur kurikulum. Pembiasaan di masyarakat dapat dilakukan dengan penggunaan bahasa Indonesia pada forum - forum pertemuan. Peran pemerintah juga tidak kalah penting dalam mendukung pembiasaan. Langkah konkret diperlukan agar pelestarian bahasa Indonesia tidak sekedar wacana dan mandeg di tingkat dasar. Hal khusus perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah bagaimana pembiasaan ini dapat dilakukan secara menyeluruh sedangkan rakyat Indonesia suku pedalaman dan perbatasan masih belum layak dikatakan maju. Kondisi masyarakat pedalaman yang belum terjangkau pendidikan layak membuat masyarakat menggunakan bahasa ibu tanpa tahu bahasa Indonesia sedangkan rakyat perbatasan rentan terpengaruh bahasa Negara tetangga. Pembiasaan sepertinya sudah berjalan selama ini akan tetapi sangat disayangkan rasa memiliki generasi muda terhadap bahasa Indonesia masih kurang. Maka dari itu perlu dilakukan pembiasaan yang bersifat menyenangkan , merata disertai penanaman nasionalisme yang kuat. Niscaya , ketika pembiasaan ini dilakukan generasi muda akan menghayati secara mendalam bahasa Indonesia dan tertanam seperti bahasa ibu yang tidak akan hilang walau beradaptasi dengan bahasa baru. Belajar bahasa asing boleh saja, akan tetapi bahasa Indonesia yang kepunyaan sendiri juga harus lebih di kuasai. Belajar bahasa asing diperlukan karena kita hidup di era globalisasi sebagai jembatan komunikasi dengan orang di luar Negara kita. Think Global, Act Local dapat pula diterapkan pada penggunaan bahasa Indonesia. Mari kita menjadi warga dunia yang mampu beradaptasi dengan arus informasi teknologi secara positif tanpa menghilangkan ciri khas kita yang salah satunya adalah berbahasa Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun