Chatting dengan teman kuliah via Facebook sungguh menyenangkan. melihat kembali masa muda ketika bersama - sama tertawa dan bermain tanpa beban dan tanggung jawab besar yang harus dipikul. sekarang sama - sama telah memasuki usia di akhir 20-an. percaakpan yang biasa muncul ketika bertemu teman lama apalagi perempuan " kapan menikah? wah sungguh menusuk bagian dalam relung hati. Bagaimana tidak hampir semua teman sudah menikah dan bahkan memiliki anak 1-2 anak.
Desakan sosial dan tradisi masyarakat yang memandnag perempuan harus menikah paling tidak umur 20-an dan jangan sampai 30-an mau tidak mau membuat perempuan kadang - kadang harus memilih diantara pilihan prinsipnya ataukah desakan yang ada disekelingnya. jika melebihi umur 30an akan dikatakan perawan tua. sungguh cap yang sangat menyiksa. Maka tidak heran banyak yang menikah bukan karena memang dari hati tapi karena tuntutan umur, walaupun tidak dipungkiri banyak juga yang menikah memang karena cinta. Akan tetapi yang disayangkan adalah ketika perempuan harus memenuhi tuntutan itu sedang dirinya memiliki prinsip dan hati sendiri yang tidak sesuai tuntutan, sehingga yang terjadi adalah hidup dalam keterpaksaan. Keterpaksaan ini terkadang menuntut perempuan untuk berlaku jauh dari pemenuhan jati dirinya untuk mengembangkan pribadi utuhnya. Maka timbul pertanyaan bukankah pernikahan itu untuk membuat seseorang menjaddi lebih kaya secara pribadi? maksudnya bukan kaya materi akan tetapi kaya akan pemenuhan kebutuhan hidup seperti yang telah dikemukakan Abraham Maslow. Akan tetapi jika karena ssebuah keterpakssaan n berarti hak asasinya tak terpenuhi bukan?
Walaupun paradigma tentang perempuan sudah mulai bergeser ketika jaman nenek buyut umur 12-an tahun belum menikah dikatakan perawan tua , sedangkan pada 80-an- sekarang umur 20-an belum menikah dikatakan perawan tua. Akan tetapi tetap itu sebuah hal yang harus dihadapi perempuan mengenai pernikahan.
Pernikahan sendiri merupakan amanat Tuhan sendiri untuk para manusia dan juga siklus yang harus dilewati manusia ketika hidup di dunia. Seyogyanya pernikahan benar - benar membawa kebahagiaan dan bukan karena keterpaksaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H