Mohon tunggu...
Sondang malau
Sondang malau Mohon Tunggu... guru -

Guru di salah satu SMP di Kabupaten Padang Lawas, SUMUT

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Mimpi Pembawa Sial

24 April 2015   22:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:42 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Douka bangkit, bukan dari kubur tapi dari tidur. Terusik oleh ketukan di pintu kamarnya bahkan sesekali berupa gebrakan. Ia tahu siapa pelakunya karna sambil menggebrak, dia juga berteriak.
"Bang...bang...bangun!!! Kuliah!!!
Kuliah kata terakhir itulah yang membuatnya terpaksa bangkit dari tidurnya. Kuliah masuk pagi, yang selalu dibencinya barangkali karna ia tidak bisa melanjutkan hobbynya, berlama-lama tidur hingga lupa sarapan. Asalkan ia bisa tidur berlama-lama.
Ia bangkit dengan begitu malas, matanya dikucek-kucek, digosok-gosok sampai kekaburan sedikit demi sedikit melenyap dari matanya yang memerah. Ia gerak-gerakkan badannya seperti gerakan senam, mencoba mengenyahkan kemalasan. Gerakannya asal-asalan, pukul kiri dan kanan, tendang kiri dan kanan, melotot kiri dan kanan ditambah lagi dengan gerakan badan ke atas dan ke bawah, mirip seorang pesilat yang lagi mabuk mulas masuk angin.
Douka membuka pintu dengan gerakan kilat dengan kecekatan dan menyentakkan pintu kamarnya. Rupanya gebrakan sudah keburu dilontarkan tepat mengenai hidung Douka.
"Wadoh... apa-apaan ini main tonjok-tonjok segala," bentaknya seperti pahlawan yang terluka.
"Maaf, maaf... tak sengaja,"
"Tak sengaja bagaimana tonjokan yang begitu akurat dibilang tak sengaja, nih biar tahu rasa." sambil melancarkan serangan balasan.
"Ampun bang, ampun, aduh tante genit pencubit."
"Ade ape bangune gue he..he.?"
"Sok soke jawe loe..."
"Idih ngeledek malah ikut-ikutan, awas pinggir eh minggir aku mau mandi nanti terlambat," handuk disambar elang eh Douka yang bertampang elang menyambar handuknya.
"Cepat bang nanti abang dipotong."
"Dipotong? Apa ada penjagal begis di kos ini?"
"Dipotong mau ke kamar mandi goblok!"
"Dipotong mau ke kamar mandi, dipotong di-pot-ong, ong-pot-di, ongpotdi apaan di dahului maksudmu yah benar - salah?"
"Benar tapi salah, salah karna waktu sudah habis dan abang belum melakukan apa-apa. Dipotong eh didahului tahu rasa abang."
Douka tak mengubrisnya lagi. Ia langsung berlari ke kamar mandi. Pada saat pintu kamar mandi di dorongnya. Seorang mahluk lain muncul tiba-tiba.
"Bang Douka! Bentarlah bang, aku duluan mau cuci muka aja plis, plis deh aku udah terlambat nih."
"Sudah gak usah plis-plisan lah, aku tak takut ama polisi."
Mahluk gendut itu masuk kamar mandi dan air mulai kedebur-kedebur seperti air terjun. Douka bersandar di dinding kamar mandi, menunggu dan menunggu ketika satu mahluk lain muncul, mahluk yang lebih gendut lagi.
"Helo bang Douka!!! Bang aku duluan ya!!"
"Duluan! Tidak-tidak aku mau cepat juga!!"
"Tolonglah bang perutku mules, melilit-lilit, masuk angin, perut kembung en sesak beol, komplikasi, sabarlah abang ya," katanya dengan mimik kekanak-kanakan yang tidak mungkin lagi Douka tolak. Begitu mahluk yang satunya keluar, si gendut masuk dengan senyum penuh kemenangan.
Douka mengalah dan menunggu, menunggu yang selalu dibencinya sambil bersandar kembali di dinding kamar mandi. Menunggu si gendut yang komplikasi. Komplikasi apaan pikirnya. Ia merasa sudah terlalu lama menunggu, ia makin resah, dinding rumah seakan mengejeknya, mengejek kebaikannya. Ia mulai resah karna si gendut yang di kamar mandi tidak berkutik lagi setelah ia mendengar bunyi gedebuk yang lumayan keras. Douka menggedor-gedor pintu kamar mandi seperti kesetanan, mencoba menghentikan datangnya maut.
"Bona!!! Bona!!!" panggilnya sekuat tenaga berkali-kali. Tidak ada jawaban. Teman-teman sekosnya yang lain terbangun mendengar gebrakan dan teriakan Douka. Ada nada keputusaasaan di dalam teriakan itu.
"Ada apa Douka?"
"Ada apa bang?"
"Cepat gebrak pintu! Bona jatuh di kamar mandi, mungkin ia sudah ma-ti!"
Semua jadi tegang bahkan dinding yang tadinya mengejek juga ikut tegang. Beberapa cewek histeris melihat kemungkinan yang bisa terjadi, kematian yang mereka takutkan. Douka bersama teman-temannya yang cowok mengerahkan tenaga bersama menggebrak pintu bersama-sama.
"Hayo satu - dua -..."
"Brak krek!!!" Pintu terbuka. Bona tergeletak tak sadarkan diri di lantai yang basah. Mati. Cewek-cewek berhamburan berlari-lari berputar-putar di rumah kos itu, sebagian melihat kondisi Bona. Mereka semua menangis, Douka terpukul, merasa bersalah andaikan ia tidak terlalu baik pada cewek itu, mungkin maut itu bisa dicegahnya. Douka resah, putus asa dihantui perasaannya.
"Aku tidak bersalah!!!" teriaknya sambil menjambak rambutnya.
"Kenapa bang, maaf ya aku terlalu lama tadi." Bona keluar dari kamar mandi.
Douka terbelalak melihat tubuh itu. Ia tersadar di sekelilingnya tiada cewek yang menangis, bahkan sebahagian besar teman sekosnya masih tidur. Tidak ada jeritan kematian. Ia seakan kembali pada wujudnya semula jauh dari teror rasa bersalah.
"Kukirain hantu," bisiknya pada diri sendiri melihat Bona tidak apa-apa. Ia segar bugar.
Douka mandi, mengguyur tubuhnya dengan air sebanyak-banyaknya, menetralkan kembali pikirannya yang sempat terluka dari mimpi, mimpi yang mengerikan itu. Ia bahagia tidak terjadi apa-apa, ia mandi dengan santai menikmati kebahagiaannya. Deg... jantungnya kembali berkecamuk setelah tersadar bahwa ia akan terlambat. Ia mandi cepat-cepat seperti burung mandi menyambar air, mandi kilat.
Benar saja saat ia tiba di pintu kelasnya, pintu itu tertutup rapat. Dosennya mengajar dengan serius, dosen killer yang terkenal itu. Keberaniannya hilang seketika, keberaniannya jadi 0 % sedangkan ketakutannya 100 %. Ia merapal doa-doa yang diingatnya, asal-asalan. Ia mengetok pintu, perlahan hampir tidak kedengaran. Pintu terbuka dan monster itu berdiri angkuh dengan mata elangnya yang membuat keberanian Douka turun ke angka minus.
"Maaf saudara mengganggu ketenangan kami dan membuyarkan konsentrasi yang lain yang dari tadi sudah tidak mampu berkonsentrasi. Kalau saudara kupersilahkan masuk, nanti kelakuan saudara ditiru oleh yang lain-lain berarti saudara menyesatkan. Sudah begitu banyak anak bangsa ini yang tersesat. Saya tidak mau angka itu ditambah lagi. Saya mau menobatkan saudara dan bangsa ini. Datanglah minggu depan."
Pintu terkunci kembali seperti semula seakan ia belum mengetok pintu itu dan suara dosen itu sama seperti sebelumnya, tiada yang berubah.
"Mimpi kurang ajar," bisiknya dalam hati dan melangkahkan kaki dari tempat itu, di dalam kesia-siaan. Kesia-siaan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun