Mohon tunggu...
Salman Al Faraisyi
Salman Al Faraisyi Mohon Tunggu... Buruh - Pecandu rebahan

Pernah sekali, aku melihat lebah tenggelam di madu. Dan akhirnya aku paham.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pertemuanku dengan Andiana (bagian 2)

6 April 2016   18:58 Diperbarui: 6 April 2016   19:26 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setelah bersusah payah, ibarat nabi Musa yang melintasi laut Merah, akhirnya aku berhasil sampai diujung jembatan dan memasuki dunia Baru. Mall Citraland Semarang.

Kakiku terus melangkah memasuki Mall Citraland Semarang. Mall yang dibangun tahun 1993 tersebut masih terlihat elegan dan futuristik di usianya yang sudah dua dekade. Aku berjalan memasuki salah satu lorong Mall Citraland Semarang. Lorong tersebut dipenuhi oleh retail shop yang berjejer di kanan dan kiri lorong. Namun, dari sekian banyak retail shop tersebut ada satu yang menarik perhatianku. Aku melambatkan langkahku saat melewati satu retail shop tersebut dan mataku tak berhenti melirik kiri menerawang kedalam. Terlihat patung-patung manekin wanita yang dipajang berjejer di dalam kaca. Yang menarik adalah apa yang dikenakan manekin tersebut. Berbagai macam bikini, petticoat, brassiere, menghiasi manekin tersebut. Sejenak aku melupakan pertemuan yang akan aku lakukan. ” Wow!”, pikirku.  Cukup menarik. Satu hal yang tak pernah kulewatkan setiap aku melewati lorong ini.

Setelah melewati godaan manekin tersebut, akhirnya aku sampai di pusat Mall Citraland Semarang. Mall yang dibangun dengan konsep Festive tersebut banyak menggunakan warna-warna cerah dan ramai. Dengan warna peach dan hijautosca yang melingkupi bangunannya dipadu dengan berbagai aksesoris pada interior mall membuatnya memiliki daya tarik secara visual. Begitu berkelas, futuristik, dan elegan. Sebagai penegasan pada kesan Festive tersebut, di lantai dasar Mall Citraland Semarang sering diadakan berbagai macam pameran mobil, rumah, maupun alat-alat elektronik dan bermacam-macam pertunjukkan. Namun saat aku melawati lantai dasar tersebut, keadaannya begitu lengang dan kosong. Tidak ada apapun.

Aku kembali teringat dengan Andiana. Dia sedang berada di Tongdji cafe sekarang. Kuyakin dia pasti sedang menungguku dengan bosan dipojokan sambil menyeruput minumannya. Aku mempercepat langkahku menuju eskalator untuk naik ke lantai dua tempat Tongdji cafe berada. Dan akhirnya aku sampai di lantai dua. Dari kejauhan terlihat Tongdji cafe yang berada di depan Bioskop XXI meskipun mata minusku membuatnya begitu samar. Hari itu Tongdji cafe Mall Citraland Semarang begitu ramai. Meja-meja penuh dengan pengunjung yang menikmati pesanannya. Dengan memicingkan mata aku mengamati setiap pengunjung Tongdji cafe sambil terus melangkah mendekat. Kulihat, semua meja yang ada berisi pengunjung yang berpasang-pasangan. Mereka sedang berbicara, bercanda, tertawa-tertawa, dan menikmati hidangannya. Namun ada satu meja yang begitu sepi dengan aktifitas. Disamping meja tersebut, duduk dengan anggun seorang wanita yang tak hentinya menatap layar smarthphone.

Aku mengamatinya dari samping. Rambutnya yang terurai panjang menghalangi pandanganku untuk melihat wajahnya. “itukah dia?” kataku dalam hati. “aku tidak melihat ada meja lain yang ditempati satu orang selain ini, mungkinkah dia?”  Rasa penasaranku menggerakkan kakiku untuk melangkah lebih dekat. Kini aku berada sekitar tiga meter didepannya. Dia masih fokus dengan smartphonenya. Tidak ada tanda-tanda kehidupan dari dia. Mungkinkah dia sudah mati? Mungkin aku harus memeriksa nadinya (oke yang ini bercanda).  Aku bertanya-tanya tidakkah dia menyadari keberadanku saat ini. Dan sekarang aku berada sekitar satu meter didepannya. Dia masih tak bergeming sambil kepalanya tertunduk menatap layar smartphonenya. Seolah didunia ini hanya berisi dia dan smartphonnya. “ada apa dengan smartphonenya ini? Mungkinkah ada Lee Min Ho didalamnya, atau Choi Siwon, ataukah Lee Donghae”. Aku jadi teringat jika dia suka dengan segala hal yang berbau Korea. Korea Selatan tentunya. Sedangkan aku sendiri, lebih mengenal nama-nama Kim Jong-un ataupun Kim Jong-il (Korea Utara). Aku menundukkan kepala sambil melangkah selangkah mencoba untuk melihat wajahnya yang masih tertunduk. Tanganku berusaha untuk menggapai mejanya. Saat itu terlihat mata dan hidungnya. Mata yang sayau namun tegas dan hidung yang mungil namun mempesona. Dan saat tanganku menyentuh mejanya, lamunannya pun buyar dan seketika dia memandangku. Dengan refleks bibirku pun bersua, “Andiana?”

Bersambung....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun