Mohon tunggu...
Rosmiati Salbia
Rosmiati Salbia Mohon Tunggu... -

Just be my self

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Subang Digoyang, Subang Berlubang

14 Februari 2014   17:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:49 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini dibuat bukan karena ingin mengikuti jejak Inna Savova yang tiba-tiba tenar karena Bandung, the City of Pigs-nya. Tulisan ini dibuat atas dasar kekesalan dan ketidak-mampuan yang telah lama bertumpuk.

**

Subang, kabupaten yang saat ini berusaha menjadi modern. Proses pe-modern-an daerah yang bisa dibilang gagal. Gagal membuat peraturan-peraturan. Gagal mengamankan rasa simpati dan meyakinkan warganya. Gagal dari segala segi pembangunan. Pembangunan yang ada malah menimbulkan benci dan antipati tinggi dari warganya. Pembangunan yang (seolah) tidak disertai perencanaan, penataan dan pengelolaan yang tepat dan benar sehingga saling tindih dan timpang.

Ketimpangan pertama, pembangunan industri yang (seperti) tidak ditata. Pabrik-pabrik dibangun se-enaknya tanpa memperhatikan lingkungan sekitar. Dibangun di atas lahan-lahan produktif milik masyarakat yang -bisa jadi merupakan ladang usaha mereka satu-satunya. Pabrik-pabrik yang ‘meng-iburumahtangga-kan’ kaum Adam.

Setahu saya, setiap pembangunan yang direncanakan, hendaknya melihat dari segi Ekonomi, Ekologi dan Sosial. Pabrik-pabrik yang dibangun ini hanya melihat dari segi Ekonomi. Tidak dilihat dan dikaji dari segi Ekologi maupun Sosial. Maka, kerusakan yang terjadi bukan hanya pada lingkungan/alam sekitar, tapi juga sosial masyarakat.

Kedua, pembangunan yang juga tidak disertai dengan  infrastruktur yang memadai. Jalan berlubang di mana-mana. Sejauh Anda berkendara mengitari jalanan di Subang, sejauh itu pula Anda akan banyak menemukan jalan berlubang. Sedapat mungkin Anda harus menghindari rintangan-rintangan yang menghadang. Setiap melewati jalanan itu, Anda  akan bergoyang mengikuti ‘irama’ kedalaman setiap lubang. Bisa dibayangkan? (Plis, jangan!)

Ketiga, pendidikan. Dengan banyaknya pabrik yang dibangun, pendidikan masyarakat seolah berakhir di bangku SMA. Mental pekerja menyebar luas bagaikan virus yang belum ditemukan penawarnya. Masyarakat dicekoki dengan pekerjaan yang lebih cepat menghasilkan uang dibanding sekolah yang jelas-jelas ‘membuang’ uang. (Bersyukur Mamah saya tidak terjangkit virus ini) Pemerintah tidak pula berusaha mengentaskan atau mendorong masyarakatnya agar lebih terdidik dan cerdas. Ini tidak sejalan dengan Strategi Pembangunan Kabupaten Subang no. 1. (lihat di sini) lihat juga di sini).

Keempat, kesehatan. Dengan kondisi ekonomi masyarakat yang lemah, ketidak-pedulian masyarakat atas kesehatan bisa jadi merupakan akibat dari minimnya penanganan/respon dari Rumah Sakit atau balaipengobatan. Rumah sakit merupakan lembaga yang paling tidak ramah terhadap masyarakat miskin. Rendahnya simpati pegawai rumah sakit terhadap pasien dan keluarganya juga merupakan hal yang menjijikan untuk didengar ceritanya apalagi melihat/mengalami kejadiannya.

Kelima, pengangguran. Miris! Di tengah gencarnya pembangunan industri , tingkat penganggurannya ternyata masih tinggi. Jadi, sejauh ini siapa yang menjadi pekerja di pabrik-pabrik tersebut?

Demikian, tulisan ini dibuat karena geram dengan keadaan dan juga sebagai apresiasi (loh?) atas banyaknya orang yang mengeluhkan hal yang sama. Bukan untuk mencerca salah satu pihak, tapi hanya ingin mengungkapkan apa yang selama ini bercokol dalam fikiran saya.

Bandung, 11 Feb 2014

*thanks for reading :D

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun