Mohon tunggu...
Slawi Dalbo
Slawi Dalbo Mohon Tunggu... -

Wes pokoke cuman orang biasa yang blajar nulis asal tur ngawur. Kalo bisa yok mbok jangan dikritik 2 hehehe. Soale udah tau tulisanku kui pasti elek. Gimana ndak jelek.. ha wong Dalbo kan anak gendruwo, mana bisa nulis bagus hehehehe

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Antara Nilai dan Simbol

19 April 2011   15:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:38 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa waktu lau jagad dunia maya kembali digegerkan dengan ulah seorang mantan pendeta karena tulisan dan gambar yang dipajang dalam “note” (catatan) dalam akun Facebook miliknya. Tak salah lagi dialah Ioanes Rahmat (IR), yang di akun Facebook, juga beberapa Blog miliknya mengaku sebagai seorang pemikir bebas (free thinker) Kristen.  IR mendapatkan ancaman akan dipidanakan oleh Amos Adi, seorang pengguna Facebook lain. Pasalnya, dia memasang gambar Yesus perempuan bertelanjang dada di salah satu catatan akun Facebook-nya.

Berikut kutipan komentar Amos Adi, seperti dilangsir Perisai.net: "Ini bisa masuk delik hukum penistaan agama. Didokumentasikan saja barang buktinya. Terus bawa ke polres. Jadi kasusnya," tulis Amos Adi mengomentari catatan Ioanes. "Materi barang bukti dan surat pengaduan hukum saya sudah lengkap. Siang ini akan diproses setelah konsultasi dengan pihak reserse kapolres bandung. Anggap saja publisitas gratis buat anda. Anda sudah masuk ranah hukum. Salam."

Menanggapi komentar Amos, Ioanes menyatakan permintaan maafnya. Menurut Ioanes, catatannya tersebut hanya bisa dipahami apabila ditempatkan dalam wilayah Kristologi Kontekstual. Catatannya tersebut, menurutnya, tidak dimaksudkan untuk menjelekkan agama tertentu. Perkembangan terakhir disebutkan Ioanes akan menghapus akun Facebooknya tersebut lantaran ingin berkonsentrasi dalam pekerjaannya.

Lagi-lagi persoalan simbol menjadi perdebatan di ranah publik. Simbol yang terekspresi dalam gambar, bentuk, atau benda tertentu sebagai perwakilan suatu gagasan, benda, ataupun jumlah sesuatu itu begitu kuat - dipegang teguh di masyarakat, khususnya umat yang mengaku beragama.

Kendati simbol tidak akan lebih besar dari apa yang disimbolkan, namun peran simbol sering dianggap begitu berarti. Tak heran jika sedikit saja ada orang baik secara sengaja atau pun tidak, mengubah simbol tersebut, kontan si pemegang simbol akan segera bereaksi. Tentu saja berbeda dengan kasus diatas yang memang sangat menciderai arti dari simbol sebenarnya.

Ya, itulah simbol yang tidak jarang pemaknaan terhadapnya justru melebihi penghayatan terhadap apa yang disimbolkan, anak muda sekarang bilang “lebai”. Orang seakan sulit memahami atau membedakan antara simbol dan nilai, parahnya menganggap simbol sebagai substansi. Akibatnya orang kerap terjebak dalam pembenaran terhadap simbol dan semua hal yang visual sebagai kebenaran hakiki yang bermuara pada fanatisme.

Padahal jika simbol apa pun dirubah, dirusak atau dihancurkan sekalipun, tidak sedikitpun mengubah, merusak, apalagi mengancurkan nilai atau apa yang disimbolkan atau apa yang diwakili oleh simbol tersebut. Simbol hanyalah sebuah interpretasi orang untuk mengejawantahkan sesuatu. Bagaimanapun yang lebih berharga tetaplah subjek yang disimbolkan, bukan interpretasinya.

Kendati demikian, simbol bagi umat beragama, khususnya kristen telah menjadi sesuatu yang penting, dan tidak bisa diremehkan begitu saja. Simbol mungkin bukanlah nilai atau sesuatu yang diwakili itu sendiri, namun bagi orang, simbol kerap dibutuhkan atau pakai dalam kepentingan penghayatan akan nilai-nilai yang diwakilinya. Artinya kehadiran simbol sering digunakan orang untuk mengespresikan kehadiran dari apa yang di simbolkan. Misalnya saja patung atau lukisan Yesus di rumah atau ruang doa kita – tak sedikit orang dalam menjalankan ritual imannya akan terbantu dengan adanya visualisasi tersebut, meskipun secara teologis tidak sepenuhnya benar. Kendati demikian kehadiran simbol atau visualisasi tersebut sangat dibutuhkan dalam perjalanan pertumbuhan iman. Setidaknya itulah natur spiritualitas orang Indonesia yang gemar dengan visualisasi. Hal ini tercermin dalam beragam simbol alat dan sarana ritual agama suku atau agama asli bangsa Indonesia, yang masih terekspresi dalam inkulturasi budaya dan agama baru.

Dengan demikian, kendati simbol tidak akan pernah melebihi apa yang disimbolkan tetap saja berarti, bermakna dan diperlukan, setidaknya bagi sebuah identitas. Simbol salib misalnya, dengan memakai salib maka orang akan berpikiran, si pemakai adalah seorang Kristiani. Meskipun demikian seyogyanya simbol tidaklah terlau dibesar-besarkan layaknya nilai atau sesuatu yang disimbolkan. Slawi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun