Mohon tunggu...
Slamet Raharjo
Slamet Raharjo Mohon Tunggu... pegawai negeri -

aku lahir di klaten ,SD SD Banuripan bayat,SMP N 1 Bayat, SMA N 1 Cawas,lulusan sebuah universitas diklaten dari unwidha tahun 2002 sekarang sebagai tenaga pendidik di smk negeri 1 natar di lampung,juga ngajar di sma swasta di lampung,udah aku jalani hampir 8 tahun.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pantaskah kita mengeluh

20 Juni 2010   02:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:25 735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Betapa sering kali kita mengeluh,bahkan lebih banyak mengeluhnya terhadap kenyataan yang sering kita hadapi dan kita alami dalam setiap jengkal langkah-langkah kehidupan kita.Ketika kita ,mengalami masa-masa yang menyenangkandan masa-masa yang dipenuhi dengan kenikmatan yang telah diberikan oleh Alloh kita dengan senang hati menerima dan menikmatinya bahkan kita kadang melupakan dari mana dan siapa pemberi nikmat dan kesenangan yang kita peroleh,sehingga kita lupa tuk berbagi atas nikmat dan kesenangan yang kita terima kepada orang lain yang orang lain juga ada hak didalam kenikmatan dan kesenangan yang kita terima karena hati kita pikiran kita berpikir bahwa kesenangan dan kenikmatan itu kitaperoleh dari usaha dan upaya keras kita sehingga kita enggan berbagi karena kita merasa itu adalah hasil kerja keras kita .

Ketika kita menghadapi hidup yang penuh dengan kenikmatan dan kesenangan kita tidak pernah mengeluhkan nya bahkan kita sering lupa dengan menggunakannya untuk berfoya-foya hanya tuk mencari kesengan hati dan kesengan sesaat.Banyak dari kita yang diberi kelebihan oleh Alloh harta,tapi hanya digunakan tuk bersenang-senang igunakan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat lupa akan haknya harta yang di dalamnya ada kewajiban zakat ada kewajiban terhadap fakir miskin ,kita melupan tuk shodakoh dan beramal sholih dan beramal jariyah,dan punya anggapan ini harta adalah harta saya terserah saya menggunakannya dan suka-suka saya.Kadang sebagian kita diberi kenikmatan dan kesenangan berupa wajah yang rupawan cantik nian dan tampan nian tapi justru karena ketampanan dan kecantikannya menyeret mereka kedalam jurang kenistaan yang menyebabkan kehancuran nya.Kecantikan dan ketampanan mereka gnakan hanya tuk mengumbar hawa nafsu mereka,mereka bawa kecantikan dan ketampanan mereka kedalam kesenangan sesaat melupakan bahwa kecantikan dan ketampanan itu hakikinya bukan cantik dan tampan pada rupawansaja yang hakikinya tampan dan cantik hati,sehingga mereka melupakanmenghiasi hati dan jiwa mereka dengan hati dan jiwa yng rupawan yang indah yang bias membuah mereka makin cantik dan tampan lahir dan batin mereka.Ketika orang menjalani kehidupan dengan penuh kenikmatan dan kesenangan ,kita diberi harta,kita diberi anak-anak yg cantik baik,diberi wajah yang cantik wajah yang tampan,diberi pekerjaan yang mapan pernahkah kita mengelhkannya?pernah kita menyalahkan pada Alloh?

Tapi bagaiman ketika mengalami hal yang sebaliknya mengalami kesulitan dan kepahitan dalam langkah-langkah kehidupan kita.ketika kita banyak menghadap permasaahan dan persolan kehidupan tentang masalah kita,tentang kesehatan kita anak-anak kita,tentang masalah keluarga kita.Bagaiman jika diberi Alloh kemiskinan harta ,laparnya perut,dan wajah yang buruk rupa dan lain-lain masalah dan persolan hidup?apa yan kita lakukan?betapa kita sering mengeluh bkankah demikian?sering kita menyalahkan pada kehidupan pada Alloh yang telah menghadirkan banyak persoalan?Padahal dalam kenyataan nya kehidupan yang kita jalani adalah kehidpan yang lebih banyak permasalahan dan persoalan ,kehidupan yang sulit dan berat dan keras penh dengan kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan sehingga menimbulkan konflik dan persolaan karena tidak sesuai dengan keinginan dan kehendak kita.Kita berharap seperti ini tapi yang terjadi justru sebaliknya sehingga kita timbulnya kecewa dan merasa Alloh memperlakukan kita tidak adil,dan iti pasti pernah kita alami bersama.Oleh karena itu daripada mengeluhkan keadaan dan segala persoalan dalam hidup kita,bukankah lebih baik dan masuk akal kita berfikir antk mengatasi permasalahan dan persoalan yang kita alami?Bukankah lebih baik kita berhenti menangisi dan mengkasihani diri kita sendiri dan berusa berfikir tuk bagaimana keluar dari masalah diri?Dan berhentilah berfikir apa yang diperoleh dan dipunyai orang lain serta kenikmatan yang dinikmati orang lain dan memulai melakukan sesuatu yang positif dengan sesuatu yang telah kita miliki dan kita nikmati saat ini,dan memperbaiki situasi yang kita alami sehigga kita bias menerima dan bersyukur kepada yang Alloh berikan kepada kita dan berpaya dan berusaha lebih untk memperbaiki diri tanpa mengeluhkan segala persolan dan masalah yang kita hadapi,tapi tumbuh kepercayaan dan keyakinan kita mampu menyelesaiakndan mampu serta kuat dalam menghadapi persoalan kehidupan.

Dalam pepatah jawa diungkapkan dalam kalimat “nrimo ing pandom disertani usaha lan tirakat banter”yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia adalah”menerima apa yang telah diberikan oleh Alloh atau mensyukuri pemberiaan alloh dengan diikti usaha dan kerja keras.”Kita jangan menghitung masalah yang kita alami tetapi apa nikmat yang kita peroleh an berkah apa yang telah kita dapat sebagai contoh kita tidak punya mobi atau sepeda motor atau bahkan tidak punya kendaraan sehingga kita kemana-man jalan kaki tetapi diluar kita ada yang gak diberi kaki oleh Alloh,betapa besar nikmat dan anugrah dengan diberi kaki sehingga kita lupa mensyukurinya karena kita selalu melihat yang diberi kenikmatan oleh Alloh lebih dari kita karena diberi mobil ,sepeda motor dll.Saya pernah dinasehati oleh teman saya “goleko jalane syukur”maksudnya carilah jalan agar bias mensyukuri nikmat dan berkah yang diberikan oleh Alloh,,sebagai contoh jalan-jalan dirumah sakit,melihat orang yang gila sehingga kita bias mersa syukur atas nikmat Alloh .Berikut sebuah puisi yang isinya hampir sama maksdnya

Tuhan,Maafkan aku ketika ak Mengeluh

Hari ini, di sebuah bus, aku melihat seorang gadis

cantik dengan rambut pirang.

Aku iri dengannya. Dia tampak begitu ceria dan bahagia, seandainya

Aku sama sepertinya.

Ketika dia beranjak pergi

Aku melihatnya berjalan trtatih-tatih dilorong

Ia memiliki satu kaki dan mengenakan tongkat penopang

Namun ketika dia lewat, dia tersenyum.

Oh Tuhan, maafkan aku bila aku mengeluh.

Aku punya dua kaki. Dunia ini milikku!

Aku berhenti untuk membeli bunga lili.

Anak laki-laki penjualnya begitu mempesona.

Aku berbicara padanya. Dia tampak begitu gembira.

Seandainya aku terlambat, tidaklah apa-apa.

Ketika aku pergi, dia berkata, "Terimakasih. Engkau sudah begitu baik.

Menyenangkan berbicara dengan orang sepertimu. Lihat saya buta."

Oh Tuhan, maafkan aku bila aku mengeluh.

Aku punya dua mata. Dunia ini milikku.

Lalu, sementara berjalan,

aku melihat seorang anak dengan bola mata biru.

Dia berdiri dan melihat teman-temannya bermain.

Dia tidak tahu apa yang bisa dilakukannya.

Aku berhenti sejenak, lalu berkata,

"Mengapa engkau tidak bermain dengan yang lain, Nak?"

Dia memandang ke depan tanpa bersuara,

lalu aku tahu dia tidak bisa mendengar.

Oh Tuhan, maafkan aku bila aku mengeluh.

Aku punya dua telinga. Dunia ini milikku.

Dengan dua kaki untuk membawa aku ke mana aku mau.

Dengan dua mata untuk memandang matahari terbenam.

Dengan dua telinga untuk mendengar apa yang ingin kudengar.

Oh Tuhan, maafkan aku bila aku mengeluh…

Jadi masih pantaskah kita mengeluh? padahal kita telah ayak diberi nikmat yang kita rasakan.pantaskah kita merasa diperlakkan tidak adil oleh Alloh hanya karena diberi cobaan oleh Alloh?Pantaskah merasa tidak diberi keadilan?Itu semua jawabnya dlam hati dan jiwa kita seperti cuplikan cerita dibawah ini nanti jadi semua it tergantung dari hati kita,kerjaan hati kita menilainya. bagaimana dengan hati Anda?

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi,

datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah.

Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Pemuda itu, memang tampak

seperti orang yang tak bahagia.

Pemuda itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak

mendengarkan dengan seksama. Beliau lalu mengambil segenggam garam

dan segelas air. Dimasukkannya garam itu ke dalam gelas, lalu diaduk

perlahan. "Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya, "ujar Pak

tua itu.

"Asin. Asin sekali, "jawab sang tamu, sambil meludah kesamping.

Pak Tua tersenyum kecil mendengar jawaban itu. Beliau lalu mengajak

sang pemuda ke tepi telaga di dekat tempat tinggal Beliau. Sesampai

di tepi telaga, Pak Tua menaburkan segenggam garam ke dalam telaga

itu. Dengan sepotong kayu, diaduknya air telaga itu. "Coba, ambil

air dari telaga ini dan minumlah." Saat pemuda itu selesai mereguk

air itu,

Beliau bertanya, "Bagaimana rasanya?"

"Segar," sahut sang pemuda.

"Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?" tanya Beliau lagi.

"Tidak," jawab si anak muda.

Dengan lembut Pak Tua menepuk-nepuk punggung si anak muda. "Anak

muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam

tadi, tak lebih dan tak kurang. Jumlah garam yang kutaburkan sama,

tetapi rasa air yang kau rasakan berbeda. Demikian pula kepahitan

akan kegagalan yang kita rasakan dalam hidup ini, akan sangat

tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan

didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua

akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan

dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu

lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu

untuk menampung setiap kepahitan itu."

Beliau melanjutkan nasehatnya. "Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu

adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya.

Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana

telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya

menjadi kesegaran dan kebahagiaan."

Terakhir seberapa luaskah hati kita menerima segala masalah dan persoalan kehidupan yang kita alami dan bagaimana hati kita ,jiwa kita menyikapi masalah dan persolan yang ada,Sehingga masalah dan persolan itu menjadi sebuah kenikmatan dan anugrah dalam hidup kita itulah kerja hati kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun