Dan aku berhasil lari ke pantry, mengobrak-abrik isi ruangan, memecahkan wastafel dengan palu, dan membanting dispenser. Keributan yang aku timbulkan membuat seisi kantor heboh. Dan kulihat iblis itu, berdiri tertegun menatapku, sambil tangannya terkatup di depan mulutnya yang membuka tak percaya atas apa yang aku lakukan. Hatiku makin mendidih, aku berlari menerjang ke iblis itu. Kuberlari sekencang-kencangnya, dan dengan sekali hentakan aku melakukan tendangan tepat ke arahnya.
Bleeedaaarrrr... tendanganku tepat mengenai sasaran. Iblis itu terjungkal terjengkang ke belakang. Pingsan dengan memar biru di matanya. Aku tersenyum.
Semua temanku sudah bersiap menyergapku setelah aku melukai beberapa orang itu. Â Aku tertawa terbahak dengan keras seperti orang kerasukan, mereka semua mundur ke belakang, mereka takut. Aku pamer kekuatan, kupukul tembok yang ada di belakangku. Dan tembok itu hancur, berlobang. Tanganku terasa sakit, saat kulihat kepalan tanganku menjadi biru dan sedikit berdarah karena hantaman dengan tembok.
Pluk, ada suara pulpen yang jatuh, tiba-tiba aku terbangun dari tidurku. Aku terbangun dari mimpi.
Semua itu hanya mimpi. Dan kudapati aku tertidur di meja kerjaku. Kulirik sebelahku masih asyik mengunyah nasi sambil mendengarkan musik metal. Aku mengucek mata, dan tak sengaja kulihat kepalan jemari tanganku. Tanganku menjadi sedikit biru dan berdarah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H