SEORANG tokoh dikenang karena banyak hal. Ia berkiprah melalui karya dan karya tersebut diterima.
Chairil Anwar termasuk satu di antara ribuan tokoh yang fenomenal. Tanggal kelahirannya dijadikan sebagai Hari Puisi. 100 tahun kelahirannya dikenang dan dijadikan acara meriah banyak komunitas sastra.
Ketokohannya di bidang puisi, dikukuhkan oleh kritikus paling berwibawa pada zamannya, HB Jassin. Chairil Anwar dikukuhkan sebagai Pelopor Angatan 45 di bidang Puisi.
Penyair kelahiran Medan 26 Juli 1922 dan wafat di Jakarta pada 26 April 1949. Ia mewariskan 94 karya yang monumental. Rinciannya: 70 puisi asli, 4 puisi saduran, 10 puisi terjemahan, 6 prosa asli, dan 4 prosa terjemahan.
Kumpulan puisinya  Deru Campur Debu (1949), Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus (1949), (3) Tiga Menguak Takdir Chairil Anwar, yang ditulis bersama Rivai Apin dan Asrul Sani (1950).
Puisi bertajuk "Aku" termasuk puisi yang tiap kali pelaksanaan lomba baca puisi sering dijadikan sebagai puisi yang wajib dibacakan bagi peserta lomba. Puisi ini dianggap sebagai vitalisme sosok Chairil dalam memberontak situasi dan optimismenya,bahwa dia akan mampu hidup 1000 tahun lagi.
Sebagaimana disebutkan, Chairil juga menerjemahkan dan menyadur puisi dari karya penyair dunia seperti: WH Auden, Xu Zhimo, Conrad Aiken, S.E.W. Roorda van Eysinga, John Cornford, dan Edgar du Peron. Â Beberapa di antaranya bisa disebutkan. Misalnya: "Lagu Orang Usiran" karya penyair WA Auden dan "Datang Dara Hilang Dara" karya penyair Xu Zhimo.
Prosa yang memang menjadi awal kariernya dalam menulis ketika ia masih duduk di bangku kelas II MULO (SMP) tidak banyak diketahui. Prosa yang ditulis pada 1943 berjudul "Berhadapan Mata".
Kemudian "Hoppla" (1945), "Tiga Muka Satu Pokok" (1947), "Maar Ik Wil Stil Zijn", "Membuat Sajak, Melihat Lukisan" (1949), Â "Pidato Chairil Anwar 1943" (1951), "Pidato Radio 1946" (1951).
Prosa terjemahan yang dihasilkan bertajuk "Kena Gempur"(1947), Â "Pulanglah Dia Si Anak Hilang"(1948), "Tempat yang Bersih dan Lampunya Terang" (1949).