Melihat karya terjemahan yang dikerjakannya, betapa kita melihat Chairil memang seorang literat dan otodidak tiada tara. Bayangkan, Â dengan bekal pendidikannya yang tidak tamat SMP, namun penguasaan terhadap bahasa Belanda, Bahasa Inggris, Bahasa Perancis tidak dapat disangsikan.
Selain dikenang karena menulis puisi dan prosa, sosok Chairil yang urakan sering disinggung berbarengan dengan kupasan karya-karya sastranya. Sosoknya yang nyentrik membalut tampilan kerempeg tubuhnya.
Belum lagi kebiasaan membacanya yang over dosis. Semua buku dilahapnya. Semua tempat dan kenalan didataginya demi memuaskan dahaga membacanya. Â Â
Baca puisinya, membuat orang terpaku. Karya puisi-puisinya dinilai HB Jassin membawa kebaruan dalam perpuisian Indonesia.
Karyanya terutama puisi telah menelorkan ribuan kertas kerja, artikel, skripsi, tesis, dan disertasi. Kajian ini tidak hanya datang dari ilmuwan dalam negeri pun dari luar negeri.
Faktor menulis puisi (juga prosa) dan sejumlah karya terjemahannya membuat namanya kian melangit. Faktor keberuntungan lainnya adalah sosok dan karyanya diterima publik sastra. Â Â
Faktor-faktor itulah yang membuat Chairil Anwar diterima hingga kini dan yang akan datang. Sebagaimana obsesi dalam larik sajaknya: "aku mau hidup seribu tahun lagi."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H