Sesaat kesima olah rasa pujangga bahwa tak perlu sombongkan diri. Bermula dari sehelai daun tiada daya. Terbang terbawa angin dan entah dimana dijatuhkan. Bila dihanyutkan di deras arus pun tak kuasa menahan karena papanya. Andai dijatuhkan di atas tanah jua mudah terinjak-injak dan tertendang-tendang tiada kira.
Itulah sejatinya hamba begitu kecil dan lemah di mata Tuhan. Yang tak sepatutnya terlalu berbesar hati apalagi membangkang. Harmoninya berbakti dan selami irama perintah sucinya. Sayang, terjadi sebaliknya ada congkak, abai dan tak kerjakan perintah. Selebihnya makin senang yalakan bara dendam dan mekarkan perselisihan.
Tak jarang busungkan dada dan bicara seenaknya. Tanpa canggung tiupkan amarah dalam melodi hawa nafsu. Seolah tlah mampu menyetir roda dunia kemana kan dibawa. Hanya karena harta benda dimiliki, kecilkan makna humnisme. Tak sepadan itu pemulung yang dihadapkan gunung.
Sejatinya memang tak perlu agung-agungkan diri dalam hidup yang sekejap ini. Para bijak bilang cuma sekedar mampir minum. Tak keliru dianjurkan bajik dan bijak pada sesama. Menjaga tiap perkataan tak murah melukai hati. Niscaya sabdanya patuhi, perlindungan dan anugerah jadi berkah selamanya.
*****
Bekasi, 21/10/2020
#easwe.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H