"Tidak ada manusia yang sempurna, kecuali yang disempurnakan Tuhan Yang Maha Esa."
Kesadaran bahwa manusia diciptakan bukan untuk menduduki maqam kesempurnaan serta dalam beragam perbedaan menjadi hal penting untuk menciptakan harmoni. Ibarat alat musik yang beragam dapat menghasilkan aransemen yang indah karena diatur sedemikian rupa sehingga tercipta seni musik. Keberagaman manusia yang mengikuti aturan sang Pencipta akan menjadi indah. Keindahan kadang tidak tercipta karena masih banyak manusia yang jumawa.
Kejumawaan manusia karena mereka lupa bahwa mereka adalah mahluk sosial. Mereka merasa bisa berdiri sendiri dengan segala titipan illahi, padahal semua hanya pinjaman. Pinjaman itu tidak ada yang abadi, kecuali pinjaman itu di tasyarufkan sesuai petunjuk yang meminjami. Harta yang di tasarufkan di jalan illahi akan berubah menjadi abadi dalam perbendaharaan surgawi. Diluar itu mengikuti sifat dunia yaitu fana.
Di dunia pendidikan dikenal guru. Guru sering di beri makna 'di gugu dan di tiru'; yang di gugu ucapannya, yang ditiru solah bawanya. Dulu guru hanya di sandang orang dewasa yang berkesempatan untuk mendidik karena memang sarana keilmuan masih terbatas. Hari ini dimana sarana keilmuan begitu terbuka dengan sarana yang amat beragam. Sehingga "guru" berada dimana-mana.
Hakekat "guru" seharusnya mereka yang menyandang "Rahmat Tuhan Yang Maha Esa". Siapa mereka ? Mereka adalah orang-orang yang: 1) memiliki kelembutan hati, 2) tidak suka berkata kasar, 3) tidak keras hati, 4) mudah memaafkan kesalahan orang, 5) rela memohonkan maaf, 6) suka bermusyawarah, 7) berkomitmen terhadap sebuah keputusan. Penyandang karakter ini yang akan mampu menggerakkan pendidikan menuju pada terciptanya manusia berkarakter baik.
Siapapun yang berusaha menginternalisasi tujuh sifat tersebut, merekalah guruku-gurumu-guru kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H